Monday, January 16, 2006

Ya Ibu, Ya Pendidik...

Oleh: Ade Nursanti *)
(Sumber: Eramuslim)

Walaupun saat ini kita belum menjadi seorang ibu atau istri dari seseorang, tapi tidak ada salahnya apabila kita mencoba belajar memahami profesi ini sebelum kita benar-benar menjalaninya. Bukankah kita tidak bisa memprediksikan kapan kita akan berjodoh dan juga tidak akan pernah bisa mengetahui saatnya sesosok mungil nan manis yang akan memanggil kita dengan sebutan "ibu"? Subhanallah. Karena semua itu hanya Allah yang tahu.

Sebagai seorang muslimah, kita mungkin harus banyak prihatin dan bersabar. Karena pada masa yang akan datang kita akan menjadi seorang ibu yang mendengar keluh kesah anak-anaknya dan juga sebagai istri yang setia mendampingi suami baik dalam suka maupun duka.

Beruntunglah kita yang saat ini berhasil mengenyam suatu pendidikan tinggi, dan juga sebagian muslimah punya kesempatan belajar keluar negeri. Sekarang ini berapa banyak pelajar lulusan SMU yang menunggu untuk keperguruan tinggi, tapi tidak cukup lembaga pendidikan yang bisa menampung mereka, selain pula mereka harus mempertaruhkan hasil belajar mereka selama beberapa tahun untuk bersaing meraih bangku perguruan tinggi. Beruntung pula bagi mereka yang kalah bersaing namun memiliki uang lebih untuk kuliah di tempat lain.

Pergunakanlah kesempatan masa belajar dengan baik, salah jika kita masih berpendapat bahwa perempuan belajar tinggi-tinggi tapi akhirnya ke dapur juga. Sebagai Muslimah yang mengerti akan tanggungjawabnya harus merubah anggapan itu dengan pendirian bahwa "Al ummu madrosatun" (ibu adalah sekolah). Jadi segala yang kita pelajari sebenarnya bukan hanya untuk kita, bukan hanya untuk "better life" mendapatkan gizi dan gaji, tapi yang terpenting adalah bagaimana seorang muslimah menuntut ilmu dan hasilnya untuk anak-anak dan generasi masa yang akan datang.

Tugas menjadi seorang ibu untuk mengurus anak tidaklah mudah, karena tugas ini tidak bisa digantikan oleh orang lain walaupun seorang ayah, apalagi seorang pembantu. Karena seorang ibu dan anak memiliki satu ikatan emosi yang dalam istilah psikologi disebut "emotional bounding". Jadi dari mulai anak baru lahir disaat mereka belum bisa mengenal apa dan siapa, tapi dengan kekuasan Allah Swt ia bisa merasakan dan membedakan mana ibunya atau bukan.

Oleh karena itu, Erik Erikson salah seorang penganut psikologi sosial menerangkan bahwa saat anak berumur nol tahun (baru lahir) sampai satu tahun mereka membangun "basic trust dan mistrust" (rasa kepercayaan dan ketidak percayaan) pada orang lain. Menurutnya, saat anak seusia ini jika si ibu selalu "responsive" terhadap segala kebutuhannya, bersikap hangat dalam menghadapi si bayi, maka kelak pada anak akan tumbuh sifat percaya diri baik terhadap ibunya maupun pada orang lain. Sebaliknya, saat anak membutuhkan kasih ibu tapi ibunya tidak "aware", atau tidak "care" bertindak cuek dan bersilkap acuh tak acuh maka si anak pun akan merasa "neglected" atau diacuhkan. Pada akhirnya seiring dengan pertumbuhannya, akan lahir rasa tidak percaya kepada orangtua, terlebih kepada orang lain.

Sebenarnya, ASI (Air Susu Ibu) bukan saja bagus sebagai nutrisi buat anak, tapi prosesi pemberian ASI merupakan tanda kasih sayang ibu kepada anak. Karena disaat ibu memberikan ASI, dia akan mendekap anaknya, mengelusnya, juga memperhatikan anaknya saat mengalirkan air susu ke tubuh anaknya. Sungguh tak terbayangkan betapa tenteramnya anak-anak pada saat-saat itu. Tak mengherankan jika mereka menangis, ke dada para ibu lah anak-anak itu berlari.

Yang tidak kalah pentingnya, disaat anak mulai tumbuh dan belajar berbicara. Mereka perlu banyak berinteraksi dan anak pun mulai ingin tahu tentang segala sesuatu yang dia lihat di sekelilingnya. Contohnya, ada anak yang selalu bertanya kepada orangtuanya dan pertanyaannya itu terkadang di luar jangkauan otak kita (orang dewasa). Disinilah letak pentingnya ilmu yang mesti dimiliki para orangtua untuk menjawab dengan bijaksana semua pertanyaan mereka. Karena pada saat ini, si anak merasa orang tua mengetahui segalanya. Tapi sayang tidak sedikit orangtua yang tidak mengerti, saat anaknya bertanya hal "aneh-aneh" justru di marahi, padahal sebenarnya pertayaan mereka adalah suatu refleksi dari pemikiran-pemikiran yang timbul akibat dari perkembangan otak anak yang tumbuh dengan luar biasa cepat.

Menurut seorang ilmuan, pada saat anak berumur satu sampai 6 tahun sel-sel otak anak tumbuh dengan cepat. Pertumbuhan ini tidak akan dialami lagi oleh orang dewasa seperti kita. Dalam menyerap pengetahuan, otak anak pada usia ini diibaratkan seperti sebuah busa kering yang menyerap air, itu adalah ibarat betapa anak mampu menangkap dengan cepat segala ilmu yang dia lihat, diajarkan, dan (atau) terjadi di sekelilingnya.

Karena kata Bandura, salah satu cara anak menyerap pengetahuan adalah dengan "imitasi" metode mengikuti oleh, karena itu anak akan selalu mudah meniru orang, termasuk apa yang dilihatnya di TV. Tugas orang tua sebagai pendidik adalah menyaring dan menyediakan suatu lingkungan yang baik dimana anak akan belajar meniru dan melihat sesuatu yang baik-baik. Karena sifat alami seorang anak, mereka hanya tahu kesenangan tanpa bisa membedakan yang baik dan buruk. Tugas orang tua lah membantu mereka membedakan hal itu.

Bagaimanapun, ikatan yang kokoh antara anak dan orang tua akan sangat mendukung perkembangan psikologisnya. Anak akan dapat banyak melakukuan proses imitasi atau meniru, perkembangan kognititive, emosi pun berkembang dengan baik. Dengan demikian anak akan tumbuh berkembang ke arah yang positive bila lingkungannya mendukung.

Sebagai ibu, calon ibu dan seorang muslimah, perlu untuk menyadari dan berusaha untuk menciptakan dan membangun satu lingkungan yang penuh kasih sayang, pengertian kepada keluarga, terutama dalam mendidik anak. Pada dasarnya, sebagai hamba Allah kita mempunyai sebuah amanah yang akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah kelak. Sebagai seorang ibu, mendidik anak merupakan tanggungjawab yang kita emban. Berhasil tidak berhasil, baik dan tidak baik seorang anak di tangan orangtua dan pendidikan dini itu tertumpu di tangan seorang ibu. Meski demikian, peran ayah tetap tidak bisa dinafikan.

Bagaimana dengan para ibu yang bekerja? Otomatis waktu kebersamaan dengan anak berkurang. Solusi yang bisa diberikan misalnya, apabila ibu bekerja yang menyebabkan waktu bersama anak untuk berinteraksi menjadi terbatas, maka usahakan untuk menjadi pertemuan yang sedikit itu lebih berkualitas. Artinya, meski sedikit tapi memberikan manfaat yang banyak untuk pendidikan dan perkembangan anak. Wallaahu 'a'lam bishshowab.


*) Mahasiswa S2 Master of Educational Psychology, International Islamic University Malaysia

Friday, January 13, 2006

Berbagi Cinta

Oleh: Tary
(Sumber: Eramuslim, 09/03/2005)

Beberapa waktu yang lalu saya melakukan perjalanan bersama seorang teman. Di sela-sela perjalanan, handphone teman saya selalu berdering. "Dari bokap. Nanyain, apakah saya baik-baik di perjalanan?" jelas teman saya seusai menerima telepon. Lalu usai dering yang lain dia berkata, "dari kakak saya. Dia berpesan agar hati-hati." Juga, "dari adik, suruh berkabar bila sudah sampai tempat tujuan. Dia minta oleh-oleh daster batik." Setiap usai menerima telepon, saya melihat wajah teman saya berbinar. Saya meraba-raba handphone di saku, memeriksa kalau-kalau ada pesan yang masuk dari keluarga saya. Dan, saya tersenyum kecut ketika tidak ada pesan apa-apa di sana.

Di lain waktu, seorang teman yang lain membuat saya terpana. Setiap malam sepulang dia bekerja, handphonenya selalu berdering. Dengan manja dia menjawab telepon, "Assalamu'alaikum ibu, saya baru pulang dari kantor. Saya baik-baik saja. Pekerjaan hari ini sungguh melelahkan. Saya meeting dengan kepala cabang. Tahu nggak Bu, saya paling muda dan satu-satunya perempuan dalam meeting itu. Em, tadi saya sudah makan di kantor kok...bla bla bla..."

Setiap melihat kehangatan dan perhatian seperti itu, diam-diam saya menyimpan rasa iri. Perasaan iri yang membawa saya pada suasana di mana saya merasa sendiri, sepi, dan sebatang kara di belantara Jakarta. Kesedihan saya pun bertambah-tambah. Hingga satu ketika saya jatuh sakit. Pemilik kost dan teman-teman merawat saya dengan perhatian dan cinta. Saya teringat tokoh dua generasi dalam film 'Finding Forester' yang rena persahabatannya kemudian merasa sedarah meski bukan keluarga sedarah. Tiba-tiba, saya merasa malu telah menanam rasa iri. Bahkan ketika terkadang menggugat Allah, kenapa saya tak mendapatkan perhatian dan cinta seperti teman-teman saya? Astaghfirullah... Rasa malu itu kemudian membuka benak saya untuk mengingat berbagai kejadian yang kemudian menyadarkan saya dari hari-hari yang menuntut dan menggugat. Bahwa sebenarnya cinta dan perhatian itu ada.

Cinta itu ada pada wanita paruh baya bersama suami dan ketiga anaknya di salah satu sudut kota Yogya. Cinta yang membuat saya selalu ingin kembali berkunjung, dan merasa nyaman berada di tengah-tengah mereka tak ubahnya keluarga saya sendiri. Cinta yang membuat saya belajar akan indahnya ketulusan dan kesederhanaan.

Cinta itu ada pada sepasang sahabat yang baru saja dikaruniai bayi mungil. Cinta yang membuat saya berani menaruh sebagian beban jiwa saya padanya. Cinta yang membuat perasaan saya menghangat ketika mereka bertanya, "Bagaimana kabarmu hari ini? Mainlah ke rumah, aku masak makanan kesukaanmu lho!" Atau kalau saya sedang travelling mereka mengirim pesan, "Nimatilah perjalananmu tapi cepatlah pulang. Kami merindukanmu."

Cinta itu ada pada seorang wanita tua yang telah kehilangan anak-anaknya. Cinta yang membuat saya percaya bahwa pilihan hidup saya sama berharganya dengan pilihan orang lain. Cinta yang membuat bibir saya mengulum senyum karena setiap berangkat atau pulang dari perjalanan wanita tua itu selalu mencium kedua pipi dan kening saya penuh kasih.

Cinta itu ada pada teman-teman di berbagai kota. Teman yang dengan ikhlas menyediakan tempat singgah bagi saya selama travelling, menjemput dan mengantarkan kepergian saya, juga mengajari makna hidup yang sesungguhnya pada saya. Cinta yang membuat langkah saya berat ketika berpamitan untuk meninggalkan mereka.

Cinta itu ada pada email-email di mailbox, sms di handphone dari orang-orang yang tak pernah saya kenali wajahnya. Cinta yang membuat mereka meluangkan waktu untuk membaca, mengkritik dan mengomentari coretan-coretan saya, menyemangati saya untuk terus berjuang, maju, belajar dan tak lupa berdoa.

Cinta itu ada pada sahabat-sahabat yang membawa saya pada pintu hidayah, pencerahan-pencerahan, mengingatkan ketika tersesat dan menopang saya ketika hampir terjatuh. Cinta yang membuat saya menemukan jalan Allah.

Ternyata...begitu banyak cinta dan perhatian untuk saya sebagai wujud dari cinta-Nya. Bahkan saya tidak dapat menghitungnya dengan kalkulator merek terbagus sekalipun. Tapi, sudahkah saya sendiri berbagi cinta kepada orang lain? Keluarga, teman-teman, anak-anak yatim piatu, orang-orang di pengungsian, gelandangan-gelandangan di jalan dan... orang-orang yang juga memerlukan cinta dan perhatian? Sampai di situ saya tercenung dan sangat malu. Saya hanya pandai menuntut serta menggugat makhluk bahkan Allah untuk selalu memberikan cinta dan perhatiannya pada saya. Sementara saya sendiri belum melakukan apa-apa.

Bukankah semua kebaikan yang kita lakukan pada orang lain, sesungguhnya akan kembali pada diri kita? Di sanalah Allah menunjukkan cinta dan kebesaran-Nya. Subhanallah...akhirnya perenungan itu membawa saya tersungkur dalam sujud panjang dan kesimpulan. Bahwa dengan membagi cinta dan perhatian pada orang lain, kita akan menemukan kesejatian cinta-Nya.

***
Tary, maret 05
(untuk yang telah membagi cintanya)

Wednesday, January 11, 2006

Di Tunis, Jilbab Dianggap Tradisi Igrik dan Romawi

(Sumber: eramuslim.com, Sabtu, 31 Des 05 09:46 WIB)

Tokoh Islam Tunisia memprotes keras pernyataan Menteri Urusan Agama Tunisia, Abu Bakar Akhzuri, yang menyatakan jilbab sebagai kostum asing bagi Tunis. Sementara ada pula Dr. Manjiya Sawaihi, Dosen Universitas Az Zaituna, dalam wawancara dengan channel ANB Libanon mengatakan, bahwa jilbab adalah tradisi Igrik dan Romawi, bukan berasal dari tradisi dan nilai Islam. Ia juga mengatakan bahwa Umar bin Khattab adalah “musuh terbesar kaum wanita sepanjang sejarah.”

Kantor berita Quds Pers menyebutkan perkataan Syaikh Wanes al-Mabrok, dosen Fakultas Dirosat Islamiyah, “Apa yang dikatakan oleh Menteri Urusan Agama Tunis adalah pernyataan agama paling berbahaya sepanjang sejarah Tunis.” Ia juga mengatakan bahwa perkataan itu berlawanan sama sekali dengan keterangan nash Al-Quran yang telah dipraktikkanoleh umat Islam sejak zaman kenabian hingga saat ini.

Menurut Syaikh Wanes, pernyataan Menteri urusan Agama Tunis itu juga merupakan komentar yang asing dan tak memiliki landasan ilmiyah apapun bagi kepercayaan bangsa Tunis, di mana Islam telah hadir di Tunis sebagai lokasi kebangkitan spiritualnya, dan menara petunjuk. “Perkataan itu adalah pelecehan terang-terangan terhadap hak suci HAM yang membolehkan setiap orang mengenakan jenis pakaian apa saja, selama tidak membahayakan hak orang lain atau menghalangi orang lain melakukan kewajibannya.”

Syaikh Wanes al-Mabrok juga menyebutkan kekhawatirannya jika komentar itu tidak segera dicabut, bila muncul reaksi dari masyarakat Muslim Tunis dengan pemerintah. Padahal selama ini rakyat Muslim sudah menjalin hubungan baik dengan pemerintah, dan telah memunculkan kemaslahatan nasional yang baik. “Hendaknya Menteri Urusan Agama segera mengkoreksi pernyataannya, berdiskusi dengan para ulama yang dipercaya dari umat Islam tentang masalah ini,” ujar Syaikh Wanes.

Sementara itu, tokoh Islam Syaikh Ghanusyi, ketua Harakah Nahdhah Islamiyah, menanggapi perkataan Menteri Urusan Agama dan dosen Universitas Az Zaituna Dr. Manjiya Sawaihi sebagai bukan masalah baru terkait upaya Pemerintah Tunis yang memaksakan keinginannya pada masyarakat Tunis. “Ini bukan politik baru. Ini adalah bagian dari otoritarianisme yang dibangun pemerintah Tunis modern dengan memanipulasi sebuah realitas. Pemerintah merasa tidak cukup hanya menguasai masalah umum sebagai sumber kebebasan, mengosongkan hidup politik dari sesuatu yang substansi. Tapi pemerintah ingin lebih dari itu dengan menguasai kehidupan individu rakyat, dan melakukan kebijakan yang sangat detail bagi seseorang, termasuk dalam urusan pernikahan, pakaian dan penampilannya.” (na-str/iol)

Monday, January 9, 2006

Kesan-kesan Berjilbab (25)

Salam semua,

Berikut ini adalah kesan-kesan berjilbab dari teman-teman kita. Thanx berat yah! Smoga 'pengalaman' ini bermanfaat buat saling mengingatkan serta menguatkan dan meningkatkan kesadaran kita akan kewajiban menutup aurat. Mungkin juga dapat bahan renungan buat temen-teman lain yg akan berjilbab! Amin...

Buat yang temen-temen lain kalo mau kontribusi, tolong dijawab dua pertanyaan berikut:
1. Sudah berapa lama kamu berjilbab?
2. Ada pengalaman menarik selama berjilbab, kapan dan sebutkan...

Jawabnya bisa melalui mailbox atau testimonial-nya Berjilbab di Friendster atau langsung di-post aja di bagian 'comment' di bawah posting ini. Jangan 'anonymous' loh. Makasih...

wassalam,

****

Ini jawaban-jawaban yg udah masuk - bagian 25

Ayie :
saya make jilbab dua bulan stelah memutuskan masuk Islam..Alhamdulillah, baik masuk islam maupun keinginan untuk memakai jilbab datang dari dorongan hati dan beberapa peristiwa indah yang kata temen-temen sesama muslimah adalah hidayah.. Godaannya cukup berat karena saya kuliah di kampus katolik (dari TK juga masuk sekolah katolik) dan dikampus saya, saya satu-satunya mahasiswi yang erjilbab.didalam keluarga pun saya menjadi satu satunya muslim.. Subhanallah...dalam islam saya menemukan kebenaran, ketenangan dan kedamaian jiwa yang selama ini saya cari. dan dengan berjilbab, saya merasa lebih tenang, sabar, dan dekat dengan Allah. Mohon bantuan dan tips2 nya ya saudari-saudariku ^^

Chandra :
Senang sekali menjadi bagian muslimah berjilbab, Alhamdulillah... Pertama kali saya berjilbab pas hari ulang tahun ibu saya tgl 12 November 1998 krn saya ingin mempersembahkannya sebagai hadiah ulang tahun, mudah2n saya tetap istiqomah ya, amin...

Henny :
Waaa.... gak nyangka yah ada FS bwt para jilbaber, keren juga. Mmmhh... H.N.Y make jilbab tuh tanggal 3 Maret 2003, baru dua taunan sih :(. Inget banget hari pertama bener2 make jilbab tu pas mau kerumah sodara, sepulangnya dari sana, makin mantap deh buat terus mempertahankan jilbabku ini. Sebenernya keinginan bwt make jilbab tu ud ada sejak lama, tp alhamdulillah udah kesampaian walaupun baru terwujud dua taunan yang lalu. Jadi inget kata2 dari sahabatku yang sempet membuatku makin yakin untuk berjilbab: "SESUATU ITU AKAN TERLIHAT MUDAH BILA KITA BERANI TUK MEMULAINYA". Ternyata benar... dan ternyata aku berani. Mudah2an jilbab ini setia tuk manjadikanku seorang wanita sholehah yang terhormat. Amiin << KoQ jd curhat yah :D heheheh... Lam Ukhuwah tuk cemuanya... ;)

Dian :
Aku pake jilbab waktu aku mo ultah yang ke-16 kira2 3 taon yang lalu. Sbnrny aku mo pake jilbab 1 tahun sblmny krn wkt itu aku ikut sebuah pengajian trs dst aku dijelasin apa itu jilbab, apa pengaruhnya buat hidup qta di dunia smp akherat. Tapi niat itu blm kesampaean coz ju2r wkt itu sholat aku msh bolong2 jd blm diblhin ma mama, trs aku janji klo sholat aku ga bolong2 lg. Satu thn kmdian br kesampean deh. Emang sih skr aku ga bs pake yang bnr2 jilbab, coz aku msh merasa asing pake jilbab yang agk gede2 gt tp aku sll cb buat memperbaiki hidup aku. Mohon doanya!

Rahma :
Pertama kali berjilbab waktu kls 1 smp cz waktu itu masuk pesantren. Sejujurnya itu keinginan anti sendiri, ngak tau ya kali hidayah ya. ;>. Belakangan keluarga terutama papa bersyukur banget krn anaknya yang dulu super bandel n keras kepala jd berupah 180 derajat. Walaupun kdang suka pasang surut dalam beribadat anti bersyukur banget krn selalu berada dilingkungan yg kondusif n teman2 yang oc2. Buat teman2 Met berjuang N tetap semangat.

Fifin :
Pake jilbab dari kapan ya? Tanggalnya gak inget. Tapi yang jelas, hari pertama masuk ke kelas 3 SMU. Modal nekat euy... sejarahnya dimulai dari nyokap naik haji, pulang2 pake jilbab.., mulai kenalan deh sama yang namanya jilbab. Trus kakak cewekku kuliah di bandung trus make jilbab.., mulai tau deh kalo jilbab itu bukan cuma busananya ibu2. Trus pas kelas 1 SMU, ada temen yang ngajakin make jilbab kalo udah naek ke kelas 2 nanti. Aku oke2 aja, no problemo. Tapi eeh gak kesampean. Yo wis. Tapi pas akhir kelas 2 SMU, niat itu kembali muncul, kali ini dari dalam diri sendiri. Akhirnya, dengan berpegangan pada prinsip 'it's now or never', kumantapkan hati dan kuucapkan 'bismillah'.., eng ing eeng..! Tadi berjilbab deh! Alhamdulillah, sampe sekarang tidak pernah terbersit di pikiran untuk lepas jilbab. Do'akan agar bisa terus istiqomah ya...

Mayang :
SuRpiSe baNged liat ada forum seperti niy.. keRen.. my paKe jiLbab sekiTar taun 2003, paS maSi sMu.. wakTu itu my muTUsin pake jiLbab setelah ramadhan.. Sampai sekarangpun rasanya jilbab sudah jadi bagian dalam diriku.. Jilbab bikin my lebih pede dan nyaman.. walaupun banyak yang bilang pake jilbab akan menghambat karir, tapi keyakinan untuk belajar menjadi lebih baik lebih kuat membuat my maQn mantap untuk mengenakan jilbab. Jilbab is a part of moslem`s girl.. aight?