Thursday, March 30, 2006

Ummu Fadhl

Ummu Fadhl (Istri al-'Abbas Paman Nabi)

(Sumber: www.alsofwah.or.id)

Nama beliau adalah Lubabah binti al-Haris bin Huzn bin Bajir bin Hilaliyah. Beliau adalah Lubabah al-Kubra, ia dikenal dengan kuniyahnya (Ummu Fadhl) dan juga dengan namanya mereka kenal. Ibu dari Lubabah r.ha adalah Khaulah binti `Auf al-Qurasyiyah. Ummu Fadhl adalah salah satu dari empat wanita yang dinyatakan keimanannya oleh Rasulullah SAW. Keempat wanita tersebut adalah Maimunah, Ummu Fadhl, Asma` dan Salma.

Adapun Maimunah adalah Ummul Mukminin r.ha saudara kandung dari Ummu Fadhl. Sedangkan Asma` dan Salma adalah kedua saudari dari jalan ayahnya sebab keduanya adalah putri dari `Umais.

Ummu Fadhl r.ha adalah istri dari Abbas, paman Rasulullah SAW., dan ibu dari enam orang yang mulia, pandai dan belum ada seorang wanitapun yang melahirkan laki-laki semisal mereka. Mereka adalah Fadhl, Abdullah al-Faqih, Ubaidullah al-Faqih, Ma`bad, Qatsam dan Abdurrahman. Tentang Ummu Fadhl ini Abdullah bin Yazid berkata,
Tiada seorangpun yang melahirkan orang-orang yang terkemuka
Yang aku lihat sebagaimana enam putra Ummu Fadhl
Putra dari dua orang tua yang mulia
Pamannya Nabiyul Musthafa yang mulia
Penutup para Rasul dan sebaik-baik rasul

Ummu Fadhl r.ha masuk Islam sebelum hijrah, beliau adalah wanita pertama yang masuk Islam setelah Khadijah (Ummul Mukminin r.ha) sebagaimana yang dituturkan oleh putra beliau Abdullah bin Abbas, "Aku dan Ibuku adalah termasuk orang-orang yang tertindas dari wanita dan anak-anak."

Ummu Fadhl termasuk wanita yang berkedudukan tinggi dan mulia di kalangan para wanita. Rasulullah SAW., terkadang mengunjungi beliau dan terkadang tidur siang di rumahnya.

Ummu Fadhl adalah seorang wanita yang pemberani dan beriman, yang memerangi Abu Lahab si musuh Allah dan membunuhnya. Diriwayatkan oleh Ibnu Ishak dari Ikrimah berkata, "Abu Rafi` budak Rasulullah saw berkata, ‘Aku pernah menjadi budak Abbas, ketika Islam datang maka Abbas masuk Islam disusul oleh Ummu Fadhl, namun Abbas masih disegani terhadap kaumnya.

Abu Lahab tidak dapat menyertai perang Badar dan mewakilkannya kepada Ash bin Hisyam bin Mughirah, begitulah kebiasaan mereka manakala tidak mengikuti suatu peperangan maka ia mewakilkan kepada orang lain.

Tatkala datang kabar tentang musibah yang menimpa orang-orang Quraisy pada perang Badar yang mana Allah telah menghinakan dan merendahkan Abu Lahab, maka sebaliknya kami merasakan adanya kekuatan dan `izzah pada diri kami. Aku adalah seorang laki-laki yang lemah, aku bekerja membuat gelas yang aku pahat di bebatuan sekitar zam-zam, demi Allah suatu ketika aku duduk sedangkan di dekatku ada Ummu fadhl yang sedang duduk, sebelumnya kami berjalan, namun tidak ada kebaikan yang sampai kepada kami, tiba-tiba datanglah Abu Lahab dengan berlari kemudian duduk, tatkala dia duduk tiba-tiba orang-orang berkata, "Ini dia Abu Sufyan bin Harits telah datang dari Badar. Abu Lahab berkata, "Datanglah kemari sungguh aku menanti beritamu.

Kemudian duduklah Abu Jahal dan orang-orang berdiri mengerumuni sekitarnya. Berkatalah Abu Lahab, "Wahai putra saudaraku beritakanlah bagaimana keadaan manusia (dalam perang Badar).?" Abu Sufyan berkata, "Demi Allah tatkala kami menjumpai mereka, tiba-tiba mereka tidak henti-hentinya menyerang pasukan kami, mereka memerangi kami sesuka mereka dan mereka menawan kami sesuka hati mereka. Demi Allah sekalipun demikian tatkala aku menghimpun pasukan, kami melihat ada sekelompok laki-laki yang berkuda hitam putih berada di tengah-tengah manusia, demi Allah mereka tidak menginjakkan kakinya di tanah.”

Abu Rafi` berkata, "Aku mengangkat batu yang berada di tanganku, kemudian berkata, ‘Demi Allah itu adalah malaikat. Tiba-tiba Abu Lahab mengepalkan tangannya dan memukul aku dengan pukulan yang keras, maka aku telah membuatnya marah, kemudian dia menarikku dan membantingku ke tanah, selanjutnya dia dudukkan aku dan memukuliku sedangkan aku adalah laki-laki yang lemah. Tiba-tiba berdirilah Ummu Fadhl mengambil sebuah tiang dari batu kemudian beliau pukulkan dengan keras mengenai kepala Abu Lahab sehingga melukainya dengan parah. Ummu Fadhl berkata, ‘Saya telah melemahkannya sehingga jatuhlah kredibilitasnya.’

Kemudian bangunlah Abu Lahab dalam keadaan terhina, Demi Allah ia tidak hidup setelah itu melainkan hanya tujuh malam hingga Allah menimpakan kepadanya penyakit bisul yang menyebabkan kematiannya.”

Begitulah perlakuan seorang wanita mukminah yang pemberani terhadap musuh Allah sehingga menjadi gugurlah kesombongannya dan merosotlah kehormatannya karena ternoda. Alangkah bangganya sejarah Islam yang telah mencatat Ummu Fadhl r.ha sebagai teladan bagi para wanita yang dibina oleh Islam.

Ibnu Sa`d menyebutkan di dalam ath-Thabaqat al-Kubra bahwa Ummu Fadhl suatu hari bermimpi dengan suatu mimpi yang menakjubkan, sehingga ia bersegera untuk mengadukannya kepada Rasulullah SAW, ia berkata, "Wahai Rasulullah saya bermimpi seolah-olah sebagian dari anggota tubuhmu berada di rumahku." Rasulullah SAW., bersabda:,
"Mimpimu bagus, kelak Fatimah melahirkan seorang anak laki-laki yang nanti akan engkau susui dengan susu yang engkau berikan buat anakmu (Qatsam).”

Ummu Fadhl keluar dengan membawa kegembiraan karena berita tersebut, dan tidak berselang lama Fatimah melahirkan Hasan bin Ali RA., yang kemudian diasuh oleh Ummu Fadhl.

Ummu fadhl berkata, "Suata ketika aku mendatangi Rasulullah SAW., dengan membawa bayi tersebut maka Rasulullah SAW., segera menggendong dan mencium bayi tersebut, namun tiba-tiba bayi tersebut mengencingi Rasulullah SAW., lalu beliau bersabda, "Wahai Ummu Fadhl peganglah anak ini karena dia telah mengencingiku."

Ummu Fadhl berkata, "Maka aku ambil bayi tersebut dan aku cubit sehingga dia menangis, aku berkata, "Engkau telah menyusahkan Rasulullah karena engkau telah mengencinginya." Tatkala melihat bayi tersebut menangis Rasulullah SAW., bersabda, "Wahai Ummu Fadhl justru engkau yang menyusahkanku karena telah membuat anakku menangis." Kemudian Rasulullah SAW., meminta air lalu beliau percikkan ke tempat yang terkena air kencing kemudian bersabd,
"Jika bayi laki-laki maka percikilah dengan air, akan tetapi apabila bayi wanita maka cucilah.”

Di dalam riwayat lain, Ummu Fadhl berkata, "Lepaslah sarung anda dan pakailah baju yang lain agar aku dapat mencucinya." Namun nabi bersabda,
"Yang dicuci hanyalah air kencing bayi wanita dan cukuplah diperciki dengan air apabila terkena air kencing bayi laki-laki.”

Di antara peristiwa yang mengesankan Lubabah binti al-Haris r.ha adalah tatkala banyak orang bertanya kepada beliau ketika hari Arafah apakah Rasulullah SAW., shaum ataukah tidak.? Maka dengan kebijakannya, beliau menghilangkan problem yang menimpa kaum muslimin dengan cara beliau memanggil salah seorang anaknya kemudian menyuruhnya untuk mengirimkan segelas susu kepada Rasulullah SAW., tatkala beliau berada di Arafah, kemudian tatkala dia menemukan Rasulullah SAW., dengan dilihat oleh semua orang beliau menerima segelas susu tersebut kemudian meminumnya.

Di sisi yang lain Ummu Fadhl r.ha mempelajari Hadits asy-Syarif dari Rasulullah SAW., dan beliau meriwayatkan sebanyak tiga puluh hadits. Adapun yang meriwayatkan dari beliau adalah sang putra beliau Abdulllah bin Abbas RA., Tamam yakni budaknya, Anas bin Malik dan yang lain-lain.

Kemudian wafatlah Ummu Fadhl r.ha pada masa khalifah Ustman bin Affan r.a setelah meninggalkan kepada kita contoh yang baik yang patut ditiru sebagai ibu yang shalihah yang melahirkan tokoh semisal Abdullah bin Abbas, kyai umat ini dan Turjumanul Qur`an (yang ahli dalam hal tafsir al-Qur`an), Begitu pula telah memberikan contoh terbaik bagi kita dalam hal kepahlawanan yang memancar dari akidah yang benar yang muncul darinya keberanian yang mampu menjatuhkan musuh Allah yang paling keras permusuhannya.

(Sumber: Mengenal Shahabiah Nabi SAW., karya Mahmud Mahdi al-Istanbuly, et.ali., h.228-233, penerbit at-Tibyan)

Wednesday, March 29, 2006

Hijab bagi Adik Ipar?

(Sumber: www.syariahonline.com)

Pertanyaan:

Assalamu'alaikum,

Saya akan menikah sebentar lagi, yang perlu saya tanyakan setelah menikah nanti adik2 perempuan saya wajibkah tetap menggunakan hijab/jilbab mereka di depan suami saya? Begitu juga sebalik bagi saya apakah wajib tetap menggunakan hijab/jilbab saya di depan saudara2 lelaki suami saya?

Terima kasih atas jawabannya,

Wassalam,
Maryam

Jawaban:

Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh
Alhamdulillahi rabbil `alamin, washshalatu wassalamu `ala sayyidil mursalin, wa ba`du,

Hubungan adik perempuan anda dengan suami anda adalah hubungan shirh/mushaharah. Atau dalam bahasa mudahnya sebagai ipar. Dan tentunya hubungan ini adalah hubungan non-mahram. Jadi memang adik perempuan anda terikat untuk tidak boleh memperlihatkan sebagian auratnya kepada suami anda. Bahkan mereka berdua diharamkan duduk berduaan saja tanpa kehadiran orang ketiga yang menjadi mahram.

Sementara di masyarakat, hubungan saudara ipar teralnjnur dianggap sebagai keluarga sendiri. Sehingga disebagian masyarakat kita dianggap wajar bila saudar ipar itu berduaan atau bepergian berduaan. Padahal dalam hukum Islam, hubungan mereka haram, sehingga Rasulullah SAW mengatakan bahwa hubungan itu sama dengan maut. Al-Hamwu Al-Maut.

Demikian juga hubungan antara anda dengan saudara laki-laki suami anda. Dia adalah saudara ipar anda. Haram bagi anda berdua untuk berduaan tanpa orang ketiga. Haram terlihat sebagian aurat dan haram bepergian berdua saja.

Semua itu tetap seperti itu hukumnya meski pun suami anda mengatakan bahwa dia tidak cemburu. Dan meski pun bisa dipastikan bahwa suadara laki-laki suami anda itu bersumpah tidak akan berkhianat. Haramnya bukan karena akan cemburu atau tidak, juga bukan karena khiatan atau tidak. Haramnya karena anda berdua bukan mahram.

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

Tuesday, March 21, 2006

Jilbab Harus Warna Gelap?

(Sumber: www.syariahonline.com)

Pertanyaan:

Assalamu'alaikum Wr Wb Ustadz.

Saya ingin bertanya, apakah seorang wanita yang memakai jilbab, harus menggunakan warna-warna yang tidak menarik (seperti hitam, biru tua, coklat) dan tidak diperbolehkan memakai kain yang bermotif, serta bros pada jilbabnya? Alasannya adalah, karena itu semua tetap dapat menarik "lirikan pria" dan dapat menimbulkan rasa sombong. Benarkah itu? Tolong beritahu dalil-dalilnya dan sebenarnya bagaimana aturan memakai jilbab yang baik. Terima kasih.

Wassalamualaikum wr wb.
Santi
Indonesia

Jawaban:

Assalamu `alaikum Wr. Wb.
Al-Hamdulillahi Rabbil `Alamin, Washshalatu Wassalamu `Alaa Sayyidil Mursalin, Wa `Alaa `Aalihi Waashabihi Ajma`in, Wa Ba`d

Pada dasarnya masalah warna pakaian dan motif kainnya sama sekali tidak termasuk yang diatur oleh syariat. Kalau pun ada yang mengatakan bahwa warna tertentu itu 'ngejreng� sehingga kelihatan mencolok atau menarik perhatian mata laki-laki, tentu itu bersifat subjektif dan kondisional. Bukan sebagai hal yang baku dan berlaku untuk semua situasi.

Masalah bersolek dan berhias itu memang lumayan panjang diperdebatkan, dari mulai yang memasukkan semua jenis riasan kepada hal yang haram sampai kepada pendapat yang membolehkannya. Masing-masing datang dengan hujjah dan pandangannya.

Misalnya dalam masalah bedak, perona bibir, maskara dan lainnya yang lazim dikenal oleh wanita. Apakah semua itu mutlak haram dipakai ataukah masih dibolehkan asal tidak mencolok? Lalu yang mencolok itu seperit apa yang tidak mencolok itu seperti apa, tentu saja mereka masih berbeda pendapat lagi.

Sebagian ulama memang jelas-jelas mengharamkan semua jenis kosmetik itu. Bahkan banyak diantara mereka yang melarang wanita keluar rumah tanpa mahram, wajib menggunakan cadar dan tidak boleh masuk ke tempat yang disitu ada percampuran laki-laki dan wanita.

Tapi ada juga yang tidak mewajibkan cadar serta masih mentolelir wanita untuk bisa keluar rumah untuk kepentingannya seperti sekolah, kuliah, mengajar dan kewajiban-kewajiban lainnya sebagai wanita. Misalnya seorang dokter wanita tentu wajib hukumnya bekerja di luar rumah agar bisa melayani pasien wanita. Maka ketentuan mutlak yang mengharamkan wanita untuk keluar rumah sebenarnya kurang terlalu tepat. Sebab ada banyak sekali pekerjaan yang lebih tepat bahkan harus dikerjakan oleh wanita.

Maka begitu juga dengan pakaian yang dipakainya, bisa saja dalam sebuah komunitas tertentu, model busana itu dianggap sudah sangat baik, tetapi oleh komunitas lainnya dianggap berlebihan. Maka pakai kerudung berwarna merah menyala dengan dilengkapi beragam asesoris bisa dianggap keluar dari aturan dan etika. Namun pada komunitas lainnya, bisa saja dianggap biasa-biasa saja. Disini diperlukan kearifan dalam menilai situasi dan kondisi yang berkembang di tengah masyarakat.

Namun intinya yang ingin kami sampaikan adalah bahwa masalah bersolek, berhias atau tabarruj itu dipahami oleh banyak orang dengan pandangan yang beragam, dari yang paling ketat sampai yang paling longgar. Dan perbedaan seperti itu syah-syah saja. Yang jelas tabarruj itu tidak boleh, sebab secara tegas Allah SWT telah melarangnya dalam Al-Quran Al-Kariem:

"Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta'atilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." (QS. Allah SWTl-Ahzab : 33)

Tetapi masalahnya adalah: seperti apakah tabarruj itu dan sampai dimana sajakah batasannya, itulah yang masing-masing punya pendirian sendiri-sendiri. Ada yang mengatakan bahwa warna jilbab yang terang dan mencolok seperti merah, pink atau warna-warna cerah itu termasuk tabarruj, tetapi tentu saja sangat subjektif. Sebab pakai hitam sekalipun bisa juga menjadi tabarruj. Bukankah sebagian wanita malah akan tampak jauh lebih cantik bila pakai hitam? Siapa takut?

Sebab pada dasarnya wanita itu memang diciptakan indah di mata laki-laki. Maka dari itu akan terlalu sulit bila kita terlalu bermain dengan subjektifitas masing-masing dalam masalah hukum. Sebaiknya kita kembali kepada syarat dasar dari busana muslimah yang sederhana saja yaitu : menutup seluruh aurat, tidak tembus pandang, tidak membentuk lekuk tubuh dan terbuka pada bagian aurat tertentu. Sedangkan masalah warna, motif, model dan setersunya, kita kembalikan saja kepada masing-masing kebiasaan dan �urf-nya.

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

Wednesday, March 15, 2006

Wanita Dalam Konsep Islam

(Sumber: www.kotasantri.com)

1. Ia diciptakan sebagai sakanah yang artinya ialah penyenang dan penentram. Bagi kaum pria, setiap harinya dihadapkan pergulatan nafkah, di rumah ia membutuhkan belaian sayang, sambutan senyum ceria, dan kelembutan tegur sapa dari sang istri, guna memulihkan kesegaran jasmani dan rohaninya dari kepenatan dan kejenuhan pekerjan yang dihadapinya sehari-hari. Dari sikap sang istri tersebut, ternyata benar-benar memberikan ketentraman dan ketenangan lahir batin yang dapat membangkitkan semangat dan gairah dalam menghadapi tugas-tugas rutin pada hari-hari berikutnya.

2. Sebagaimana firman Allah : "Dan dijadikan diantaramu rasa kasih sayang." (Ar-Ruum:21). Dalam pengertian tersebut ditandaskan bahwa wanita berperan sebagai sumber kasih sayang. Dengan demikian merupakan kewajibannya mempersiapkan program dalam menunaikan tugas menyambut kedataangan suami dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang.

3. Tugas ketiga memberikan suatu cakrawala bagi kaum wanita dibalik kodratnya sebagai istri, juga sebagai ratu rumah tangga dan pendidik anak cucunya. Tipe wanita manakah yang dapat menyandang tugas dan kewajiban tersebut? Apakah wanita terbelakang atau wanita terpelajar yang memahami metode pengurusan rumah tangga, menguasai ilmu etika pergaulan, mu'asyarah bil ma'ruf antar suami istri, dan ilmu pendidikan serta pembinaan generasi?

Bagi wanita yaang membekali putra-putrinya sejak usia dini dengan dasar agama dan keluhuran budi pekerti, praktis hal ini akan memudahkan tugas dan kewajiban ibu itu sendiri. Membantu tugas para pendidik di sekolah, mempermudah pengarahan sang ayah dan membantu menciptakan masyarakat yang baik. Dapatnya kaum wanita menunaikan kewajiban tersebut, ia dituntut dengan adanya kesiapan dan persiapan berbagai aspek kehidupan, sehingga mampu menjadi seorang feminis menurut konsep Allah dengan keutuhan semua hak-haknya. (m1ta)