Monday, July 30, 2007

Siswi Kristen di Mesir Tak Keberatan Kenakan Jilbab

(Sumber: eramuslim.com, Senin, 26 Mar 07 17:46 WIB)

Sejumlah siswi beragama Kristen di sebuah sekolah menengah di Mesir membantah tuduhan yang mengatakan bahwa mereka dipaksa memakai jilbab oleh kepala sekolah mereka. Para siswi itu menyatakan, mereka mengenakan jilbab atas kemauan sendiri, bukan karena paksaan.

Tuduhan itu dilontarkan sebuah majalah milik pemerintah dalam artikelnya yang menyatakan bahwa Magdy Fikri, kepala sekolah teknik Al-Ayyat di provinsi Giza, telah memaksa seluruh siswa yang berjumlah 2. 700 orang, 55 di antaranya siswi beragama Kristen, untuk mengenakan jilbab.

Menurut laporan majalah itu, tindakan Fikri membuat menteri pendidikan marah, sehingga Fikri bersama dua guru lainnya di sekolah itu dimutasikan.

"Kami menerima keluhan dari sejumlah orang tua dan siswi, yang mengatakan bahwa kepala sekolah memaksa siswi Muslim dan Kristen mengenakan jilbab, " kata pejabat kementerian pendidikan Mesir, Hussein al-Syaikh.

Namun Fikri tidak percaya keluhan yang diterima kementerian pendidikan berasal dari para siswi-siswinya. "Saya tidak mempercayai bahwa seorang siswi atau salah satu dari kolega saya yang Kristen berada di balik pengaduan itu, " katanya.

"Saya sudah kenal mereka selama bertahun-tahun, mereka tidak akan bersikap seperti itu. Kami, Muslim dan umat Kristiani adalah satu dan tidak saling menjelekkan satu dengan yang lain, " sambung Fikri.

Perkataan Fikri terbukti, karena sejumlah siswi yang beragama Kristen menyatakan bahwa mereka bersedia mengenakan jilbab atas kemauan sendiri, bukan karena paksaan. Para orang tua siswi juga menyatakan mendukung anaknya mengenakan jilbab di sekolah.

"Kami sudah memutuskan untuk mendukung kepala sekolah, menunjukkan pada semua bahwa dia tidak memaksa kami mengenakan jilbab. Semua siswi Kristen di sekolah ini mengenakan jilbab atas kemauan sendiri, " kata Marriam Nabil, salah seorang siswi.

Keputusan mereka mengenakan jilbab, juga bukan semata-mata untuk menunjukkan solidaritas tapi mencontoh apa yang dilakukan perawan suci, Maria.

"Kami mengenakan penutup rambut di dalam dan di luar sekolah seperti ibu-ibu kami. Saya sendiri sudah menutup rambut saya sejak di sekolah dasar. Kami tidak merasa tersinggung jika kami disama-samakan dengan rekan kami yang Muslim, " kata seorang siswi beragama Kristen.

Dukungan terhadap Fikri juga ditunjukkan oleh guru-guru sekolah Kristen, yang mengecam sanksi disipliner terhadap Fikri.

"Fikri adalah salah satu orang yang berkualitas. Ketidakadilan sudah dilakukan terhadapnya dan kami membela dia, " kata Magdy Rasmi, salah seorang deputi sekolah beragama Kristen.

Lotfi Adly, seorang bapak dari siswi yang beragama Kristen mengatakan, dia yakin tidak ada yang salah dengan jilbab. "Anda pikir saya akan senang melihat rambut anak-anak saya tidak tertutup?" tukasnya.

Ibu dari Fayza Awad, siswi beragama Kristen lainnya menambahkan bahwa ia dan anak perempuannya biasa mengenakan penutup rambut, mengikuti bunda Maria.

"Saya mengenakan kudung karena bunda Maria juga menutup rambutnya. Ini masalah penghormatan dan sama sekali bukan paksaan, " ujarnya.

Melihat dukungan dari kalangan Kristen, Menteri Pendidikan Mesir Yousri el-Gamal akhirnya tidak lagi mempersoalkan masalah jilbab di sekolah Al-Ayyat. (ln/iol)

Wednesday, July 25, 2007

Jilbab & Olah Raga: Wanita Menjadi Atlit

(Sumber: www.syariahonline.com)

Pertanyaan:

Salam alaikum, gimana sih cara berjilbabnya wanita sebagai atlet olah raga (tenis meja) agar prestasi dan agama tetep ok?

You Nee
Keputih 1a/19

Jawaban:

Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh
Alhamdulillah, Washshalatu wassalamu `ala Rasulillah, wa ba�d.

Olah raga itu sangat baik untuk kesehatan, sehingga memang dianjurkan untuk dilakukan dengan rutin. Dengan olah raga, maka pisik kita menjadi sehat dan kuat. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda :

Seorang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai dari mukmin yang lemah. (HR. Muslim)

Sebab olah raga itu punya beberapa manfaat antara lain bisa melancarkan peredaran darah, menguatkan paru-paru dan organ pernafasan lainnya, membantu proses pencernaan makanan, menambah nafsu makan, menguatkan jantung dan otot-otot, menyegarkan pikiran dan lainnya.

Salah satu daya tarik olah raga memang terletak pada prestasi yang bisa diraih. Namun bukan berarti olah raga itu semata-mata hanya mengejar prestasi.

Bertanding, berlomba dan beradu kemahiran yang terkait dengan olah raga pada hakikatnya boleh-boleh saja. Namun semata-mata maraih prestasi tentu bukan tujuan utama olah raga. Ada banyak riwayat yang sampai kepada kita tentang bagaimana dahulu para shahabat dan salafus shalih melakukan kegiatan seperti ini dan termasuk dengan melakukan semacam lomba diantara mereka. Misalnya memanah, melempar tombak, berkuda, berkelahi/gulat, berlari dan sejenisnya.

Namun sekali lagi, kemenagan dan prestasi sama sekali bukan dari tujuan utama dari aktifitas berolahraga. Sehingga kita belum pernah mendengar adanya turnamen nasional atau kejuaraan international dalam hal olah raga di kalangan mereka.

Wanita Menjadi Atlet

Salah satu hal yang paling perlu mendapat perhatian dalam kaitannya wanita menjadi atlet memang masalah busana. Sebab umumnya busana yang dikenakan para atlit wanita itu sama sekali tidak memenuhi syarat dalam Islam. Bahkan bisa jadi sudah menjadi semacam ketentuan baku dari lembaga penyelenggara event pertandingan.

Padahal ada kewajiban bagi wanita muslimah untuk menutup seluruh tubuhnya di hadapan laki-laki asing. Ketentuan ini bersifat mutlak, karena didukung oleh kitab suci terbesar di dunia dan dikuatkan dengan sabda nabi yang paling agung. Sehingga bila untuk menjadi atlet, seorang wanita harus memperlihatkan auratnya di muka umum dan ditonton oleh laki-laki asing yang bukan suami atau mahramnya, tentu tidak bisa dibenarkan dalam agama.

Maka pilihannya hanya dua kemungkinan. Pertama, wanita itu harus menutup rapat seluruh tubuhnya kecuali wajah dan tapak tangan. Tentang bagaimana model busananya, terserah kepada para perancangnya. Yang penting tidak ketat, tidak mencetak lekuk tubuh dan juga tidak transparan hingga tembus pandang. Kedua, harus dipastikan tidak ada yang menontonnya kecuali hanya sesama wanita muslimah saja. Sehingga pertandingan dilakukan di ruang terbatas.

Sebab bila seorang wanita membuka pakaiannya hingga terlihat auratnya di muka umum, akan menghancurkan hubungannya dengan Allah SWT sebagai tuhannya.

Rasulullah SAW bersabda,�Tidaklah seorang wanita melepas pakaiannya di luar rumahnya kecuali hancurlah hubungannya dengan Allah SWT (HR. Abu Daud 4 /39, At-tirmizy 5/114, Al-Hakim 4/288)

Semoga di kemudian hari kelak, kita bisa menciptakan lingkungan yang kondusif dan memenuhi kaidah syariah Islam. Dimana para wanita bisa mendapatkan sarana yang layak untuk melakukan aktifitasnya tanpa harus takut dengan pelanggaran agamanya. Sementara ini, kita hidup di sebuah peradaban yang sejak awal memang telah berlawanan dengan ajaran agama kita.

Padahal semakin hari semakin banyak para wanita yang mengenal agamanya dengan baik. Mereka pun tahu batas-batas larangan agama. Tentu saja mereka juga berhak mendapatkan fasilitas yang layak dan syar`i untuk menjalankan aktifitasnya. Seperti sarana olahraga yang terjamin tidak ada laki-lakinya, kolam renang khusus wanita, salon khusus wanita dan seterusnya. Dimana mereka bebas membuka pakaian luar tanpa harus takut terlihat laki-laki.

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

Sunday, July 15, 2007

Fungsi Wanita Dalam Rumah Tangga

(Sumber: www.pesantrenonline.com)

Laki-laki yang bekerja dengan susah payah memeras keringat di luar rumah memerlukan seorang istri yang dapat menyenangkan, melegakan, menenangkan, melepaskan rasa penat badan maupun pikiran dan memberikan harapan serta semangat baru untuk menunaikan tugas-tugasnya pada hari-hari berikutnya. Tugas istri semacam ini mustahil dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya oleh wanita karir. Sebab si wanita karir yang sepanjang hari bekerja di luar rumah, juga menghadapi problem dan beban mental yang sangat besar, bahkan mungkin lebih berat dengan apa yang dialami oleh si laki- laki.

Dalam keadaan semacam ini, akhirnya timbul pertanyaan: "Apakah suami yang menghibur istri, ataukah istri yang menghibur suami, ataukah kedua-duanya sibuk dengan kepenatan sendiri, sehingga sama-sama bersikap acuh? Ataukah masing-masing mencari hiburan sendiri-sendiri, atau ke luar rumah bersama-sama mencari hiburan, ataukah sebaiknya mempraktekkan cara hidup kumpul kebo, supaya jika timbul kebosanan tidak menimbulkan tanggung jawab yang lebih berat?

Jika terjadi kehidupan rumah tangga semacam ini, maka baik suami maupun istri akan sama-sama menderita pahit dan getir, dan anak-anak yang tinggal dalam rumah tangga demikian hanya akan menyaksikan kebingungan dan sandiwara yang menyesakkan nafas. Generasi baru Eropa yang hidup di bawah sistem masyarakat yang mendewakan emansipasi dan wanita karir telah mengalami keterasingan, kegelisahan, kekacauan, dan kegoncangan mental. Statistik kemelut kehidupan Barat sendiri menjadi bukti betapa besarnya dampak negatif terhadap kehidupan anak-anak, para suami dan para istri sendiri di tengah masyarakat mereka.

Padahal di dalam hadits-hadits Rasulullah disebutkan mengenai ciri-ciri istri yang shalih, yaitu sebagai berikut:

1. Melegakan hati bila dilihat.

Hal ini tersebut di dalam hadits Ibnu Majah dari sahabat Abu Umamah AI-Bahily. "Bagi seorang mukmin laki-laki, sesudah taqwa kepada Allah, maka tidak ada sesuatu paling berguna bagi dirinya, selain istri yang shaleh, yaitu; taat bila diperintah, melegakan bila dilihat, nerima bila diberi janji, dan menjaga kehormatan dirinya dan suaminya, ketika suaminya pergi. " (HR. Ibnu Majah).

2. Dapat diberi amanah.

Hal ini diriwayatkan oleh sahabat Sa' ad bin Abi Waqash bahwa Rasulullah SAW bersabda: Ada tiga macam keberuntungan, yaitu:
1. Istri yang shalihah, kalau kamu lihat melegakan dan kalau kamu tinggal pergi ia amanah serta menjaga kehormatan dirinya dan hartamu.
2. Kuda yang penurut dan cepat larinya sehingga dapat membawa kamu menyusul temen-temanmu.
3. Rumah besar yang banyak didatangi tamu. (HR. Hakim).

3. Memberikan suasana teduh dan ketenangan berpikir.

Hal ini Allah firmankan di dalam QS. 30 : 21, "Di antara tanda kekuasaan-Nya, yaitu Dia menciptakan pasangan untuk diri kamu dari jenis kamu sendiri, agar kamu dapat memperoleh ketenangan bersamanya dan Dia menjadikan rasa cinta dan kasih sayang antara kamu. Sungguh di dalam hati yang demikian itu merupakan tanda-tanda (kekuasaan) bagi kaum yang berpikir."

4. Membantu memelihara akidah dan ibadah.

Hal ini dinyatakan Rasulullah dalam sabdanya: "Barangsiapa diberi oleh Allah istri yang shalihah, maka sesungguhnya ia telah diberi pertolongan oleh Allah meraih separuh agamanya. Kemudian hendaklah ia bertakwa kepada Allah di dalam memelihara separuh lainnya." (HR. Thabrani dan Hakim).

Ketentuan Illahi yang telah menempatkan laki- laki dan wanita pada fungsi masing-masing sesuai dengan fitrahnya, adalah suatu aksioma yang tidak dapat berubah. Segala sesuatu yang ada di alam ini, Allah telah berikan fungsi dan tugas yang bersifat paten. Bumi yang ditakdirkan berputar pada porosnya, begitu pula bulan dan bintang menjadikan segala yang ada di dunia berjalan dengan teratur dan nyaman untuk dihuni. Maka begitu pulalah halnya dengan fungsi dan tugas yang dibebankan kepada laki-laki dan wanita di dunia ini.

Jikalau kita mencoba untuk melanggar aksioma Illahiyah ini. Maka malapetakalah yang akan menjadi hasilnya dan kita harus siap menerima segala akibat kehancurannya. Sebaliknya, kalau kita mentaati secara tuntas apa yang sudah menjadi aksioma Illahiyah ini, maka kesehjateraan, ketenangan, kedamaian, persaudaraan, persatuan dan kenikmatan dunia ini selalu dapat kita rasakan dengan tiada terkirakan. Karena Allah akan Melimpahkan segala rahmat-Nya kepada umat manusia yang mau patuh dan taat kepada ketentuan-Nya. Marilah kita meniti jalan mencapai kebaikan.

Meniti Hidayah

Oleh Indah Prihanande
(Sumber: Oase Iman, eramuslim.com, 13 Jan 2007)

Rasa asing menghampiri ketika adik saya mengenakan jilbab untuk pertama kali. Saat itu saya menganggap jilbab adalah bukan pakaian modern. Jilbab hanya dikhususkan untuk guru agama, orang yang bersekolah di madrasah dan sejenisnya yang berbau agama. Tidak cukup sampai di situ, orang yang mengenakan jilbab saya anggap kuno dan tradisional.


Kesan ‘kuno’ itu semakin meyakinkan saya ketika adik saya mengenakan jilbab dan baju yang serba lebar plus di dalamnya dilapisi dengan celana panjang. Kaos kaki menjadi pelengkap yang tidak ketinggalan.

***

Bersamaan dengan itu, adik saya juga mengenakan jilbab mungil kepada putri saya yang masih bayi. Perasaan yang muncul di hati saya ketika itu adalah perasaan bangga. Bangga karena putri saya terlihat cantik, lucu, imut–imut dan menggemaskan. Tidak ada terbersit sedikitpun tentang sebuah makna berdasarkan keimanan. Saya hanya melihat indah secara fisik, itu saja.

Entah kenapa, tanpa saya sangka puteri saya itu begitu ‘taat’ mengenakan jilbabnya. Dia akan segera mengambil jilbabnya ketika saya mengajaknya keluar rumah. Tidak akan pergi ketika jilbab tersebut belum ditemukan.

Suatu waktu di dalam angkot yang pengap dan panas, karena kasihan saya ingin membuka jilbabnya tersebut, tapi dia menolak. Dia tidak menangis atau merengek, sementara itu dahinya penuh dengan titik keringat.

Kemudian, entah bermula dari mana, perlahan tapi pasti perasaan malu mulai mulai mengusik saya. Saya mulai merasa jengah ketika menggendong bayi cantik berjilbab rapi, sementara saya sebagai ibu-nya mengenakan celana jeans dan rambut yang terbuka ke mana–mana. Sungguh kontras.

Duh, saya merasa tertinggal dan ingin segera menuntaskan ketetertinggalan itu. Tapi saya tidak ingin mengenakan jilbab lebar seperti adik saya, saya ingin jilbab yang lebih pendek dan lebih bermodel. Jilbab pertama yang saya kenakan adalah berwarna cerah, bagian depannya saya lilitkan kebelakang leher, sehingga tidak terlalu menjuntai. Terlihat rapi dan lebih chic.

Kemudian, entah apa juga yang menjadi penyebabnya, lama kelamaan saya merasa jengah ketika mengenakan jilbab pendek tersebut. Saya merasa bagian dada saya terlihat ke mana–mana. Ada rasa malu yang hadir saat itu.

Setelah itu, saya kenakan jilbab yang agak lebar yang bisa menutupi dada bahkan nyaris panjangnya sampai kepinggang. Rasa nyaman melingkupi perasaan dan hati. Saya merasa telah membentengi tubuh saya sendiri. Ah, tapi rasanya belum cukup, ada yang kurang, sekarang saya juga ingin mengenakan kaos kaki.

Ya, keinginan itu datang dengan sendirinya. Kadang hilang dan tidak jarang muncul dengan sinyal yang teramat kuat. Jika diperkenankan saya ingin mengatakan mungkin itulah yang dinamakan hidayah. Dengan kebesaran Allah, saya mencoba menjalani setiap tahapan dari bisikan kecenderungan hati tersebut. Saya mencoba menjalankan radar kepekaan untuk meraba rasa malu yang datang entah dari mana. Mungkin jika saya mengabaikan bisikan itu, sampai saat ini saya tidak akan pernah bisa memulainya. Saya masih saja akan berkelit bahwa saya belum mendapatkan hidayah, atau saya akan beralasan saya belum siap, baju di rumah saya belum memadai untuk digunakan, atau bagaimana kalau nanti atasan di kantor keberatan dengan pakaian yang saya kenakan tersebut?

Ketika bisikan kebaikan itu datang, saya mencoba belajar untuk menyingkirkan segala alasan keberatan yang mengikutinya. Saya berusaha menguatkan keyakinan untuk melakukan perubahan saat itu juga.

Maka setelah itu, tidak ada satu halpun yang bisa menghalangi.
Saya ingin menikmati indahnya iman ini dengan berani memulai mengenakan pakaian takwa. Saya tidak ingin menundanya lebih lama lagi, menunggu moment yang tepat untuk memulainya.
Semua keputusan itu ada di dalam hati ini, didasar keimanan yang kadarnya tergantung dari usaha kita sendiri akan menempatkannya dalam tingkatan yang mana saja. Saya tidak ingin berada dalam keraguan dan pertimbangan terus menerus. Hingga akhirnya hidayah itu pergi tanpa saya pernah menyadarinya.

*Terimakasih Annisa & Aisya sayang,..