Saturday, April 25, 2009

Kepada Anakku Yang Durhaka

Oleh: Imran Ahmad
Sumber: warnaislam.com, Selasa, 07 April 2009

Anakku yang tercinta, ibu sangat menyayangkan kalau surat ini menjadi sarana komunikasi antara kita, akan tetapi dialah satu-satunya cara yang tersisa padaku, yang memungkinkan bagiku untuk memberitahukanmu tentang hal-hal yang harus kamu dengar dariku sebelum ibu meninggalkan kefanaan ini. Ibu, semenjak kamu menipu dan membuat ibu masuk ketempat (rumah sakit) ini, walaupun ibu tidak menginginkannya .. ibu tidak melihatmu kecuali sedikit sekali, oleh karena itu sekarang ibu ingin berbicara dan kamu akan mendengarkannya tanpa bisa memotong perkataan ibu.

Anakku tercinta … ketika surat ini sampai kepadamu berarti ibu telah meninggalkan kehidupan ini, dan mungkin saja kamu tidak akan membaca suratku ini selama-lamanya, oleh karena itu ibu merasa merasa perlu menyebar-luaskannya sehingga orang selainmu ikut membacanya, dengan demikian setiap anak yang durhaka adalah anakku …

Wahai anakku, sesungguhnya ibu merasa akan mati dalam waktu dekat, dokter telah memberitahukan bahwa kondisi kesehatan ibu kian melemah … dan keengganan ibu untuk mengkonsumsi obat membuat ibu membutuhkan darah tambahan dalam jumlah besar … ketika itu ibu berusaha untuk bersikeras agar tidak makan obat … akan tetapi kehendak dokter memaksaku untuk menyetujuinya karena ibu adalah seorang wanita yang mengimani bahwasanya darah-darah tersebut tidak akan mengembalikan sisa-sisa kehidupan ke-hati dan ruhku … karena pada detik-detik ini ibu melihat sayap-sayap malaikat maut didalam kamarku.

Wahai anakku, janganlah mengira, bahwa ibu dengan kata-kata ini berusaha untuk menarik simpatimu agar datang kepadaku. Tidak, bukan ini tujuan dan maksudku, karena ibu telah wasiatkan kepada pembawa surat ini agar tidak menyerahkannya kepadamu kecuali setelah ibu meninggalkan kehidupan. Karena ibu tahu bahwasanya selama ibu masih hidup kamu tidak akan membacanya, akan tetapi mungkin kamu akan membacanya setelah kematianku, karena kamu tahu bahwa dengan membacanya setelah kematianku tidak akan memberikan tanggung jawab apa-apa .. akan tetapi ini bukan berarti ibu tidak berangan-angan untuk melihatmu terakhir kalinya sebelum ibu mati, bukan saja karena ibu merindukanmu … akan tetapi juga karena lain-lain hal …

Diantaranya :

Pertama : ibu tidak ingin melewatkan sa’at-sa’at terakhir umur ibu sendirian, hanya ditemani oleh ketakutan-ketakutan dan pikiran-pikiran. Ibu berangan-angan seperti seorang muslim lainnya, pada sa’at-sa’at seperti itu mendapatkan orang yang menghormati ke-manusiaan-ku dan memperhatikan urusanku, mengarahkan wajahku kekiblat, dan mentalkinkanku dua kalimat syahadat serta mendo’akan rahmat untukku … apakah berlebihan apabila ibu berangan mendapatkan hak ibu yang islam sendiri telah menjaminnya untukku??

Sesungguhnya kesendirian yang ibu perhatikan pada kebanyakan wanita sepertiku mendorongku mengangankan apa yang ibu angankan …

Sesungguhnya kematian ditempat ini tidak ada harganya .. karena si sakit tidak lebih dari tempat tidur yang kosong pada hari pertama untuk diisi pada hari berikutnya oleh pesakitan lain, menanti gilirannya diatas papan penantian! Karenanya ibu tidak terlalu bersedih mendengar kematian salah seorang pasien. Kesedihanku yang paling besar adalah ketika ibu tahu bahwa dia, disa’at-sa’at kematiannya sendirian, tidak ada orang disisinya yang mentalkinkannya .. tidak ada orang yang dicintainya yang meneteskan air mata sedih karena kapergiannya .. selain dari air mata teman-teman sesama pasien yang sama-sama meniti jalan kesedihan …

Kedua : sesungguhnya ibu ingin mema’afkanmu .. dan ini tidak bisa ibu lakukan apabila kamu tidak datang kepadaku dengan air mata penyesalan diwajahmu seraya kamu berkata, “Ma’afkan saya Ibu” … tahukah kamu, kalau kamu melakukan ini ibu akan melupakan semua masa lalumu, dan ibu akan berdo’a kepada Allah agar Ia mengampuni segala kesalahanmu terhadapku. Ibu akan memohon dengan merendahkan diri

kepada-Nya agar akhir hayatmu tidak seperti akhirku … akan tetapi ibu yakin bahwa kamu tidak akan melakukannya … dan kamu tidak akan datang … oleh karena itu janganlah menanti ma’af dariku wahai anakku … karena ibu, walaupun mema’afkanmu .. ibu tidak akan menjamin bahwa kamu akan selamat dari azab Allah yang tidak pernah lupa dan tidak tidur …

Ibumu yang terluka



Di dapat dari Abuz Zubeir Al Hawaary, Lc.

Wednesday, April 22, 2009

Kecantikan Asma

Selasa, 24 Maret 2009 00:11

Angin membelai wajahnya, terasa sejuk sapaan pagi itu. Langit masih tersaput kelabu yang malu-malu di intip sang surya.

Jahrah membuka jendela kamarnya tepat setelah shalat pagi ini. Dia menarik nafas dengan lembut, merona wajahnya di depan jendela.

"Alangkah sempurnya sang Pencipta alam ini!". Suaranya lirih terdengar bagaikan bisikan dari syurgawi, dia sangat terpukau.

“Apakah aku tertinggal lagi?” Matanya mencari-cari. Dipandanginya langit yang mulai memerah, langit tak lagi nampak muram. Sang surya telah menemaninya.

Kebiasaan untuk menyapa alam setiap pagi, terasa kurang lengkap bila belum menangkap segerombolan burung yang terbang melintasi halaman rumahnya. Pagi ini dia merasakan sedikit kekosongan. Burung pipit biasanya selalu bernyanyi untuknya.

“Mungkin besok aku dapat melihatnya lagi”. Diayunkannya langkahnya keluar kamar. Suaminya terlihat segar. Habis mandi rupanya. Tercium wewangian kesukaannya.

Jahrah melebarkan langkah, takut terlambat ke dapur. “Beberapa minggu ini aku sering membuat nasi goreng. Bikin special aja ya?” Jahrah bergumam sendiri.

Tangannya yang lincah membuat omelet telur dicampur jagung rebus. Tak lupa dia membakar roti yang dioles mentega. Sambil bersenandung kecil menyanyikan lagunya Aa Gym yang berjudul “Jagalah Hati”.

Ketika dia melihat mesin cuci disudut dapur dekat dengan pintu kamar mandi, dia bergegas melangkahkan kaki dan menekan tombol “ON”. Tadi malam dia lupa mencuci pakaian. Jahrah sangat bersyukur dengan kemajuan tekhnologi sekarang yang sangat membantu pekerjaannya. Memasak sambil mencuci pakaian bisa dilakukan dalam satu waktu.

Jahrah menata meja makan serapi mungkin, dihidangkannya omlet dipiring yang berwarna hijau yang senada dengan seprai meja makan yang berwarna hijau pula. PIringnnya agak lebar, dihiasinya potongan tomat segar berwarna merah disekeliling piring. Tak lupa ditaburkannya potongan daun seledri diatas omlet kesukaan suaminya.

Roti bakar hangat, ditambah teh wangi yang hangat, membuat suaminya bersemangat memakan sarapannya. Didampingi istrinya yang telah mengganti baju dapurnya dengan pakaian yang rapi.

Jahrah tidak ingin kalah rapi dengan teman-teman kerja suaminya yang perempuan. Mereka pasti rapi dan wangi di kantor suaminya. Oleh karena itulah Jahrah tidak pernah lupa untuk menyemprotkan sedikit wewangian, agar suaminya merasa nyaman bersamanya.

“Trim’s honey”, kata Harun suaminya sambil mengecup kening istrinya. Harun sangat mencintai istrinya. Harun sangat menghargai perhatian istrinya yang selalu membuatnya merasa nyaman. Dirangkulnya lama… seakan tidak ingin melepaskan dekapannya. Serasa daun-daun hijau ditetesi embun pagi, memberi kesejukan, ketenangan, rasa nikmat yang teramat dalam.


---------------ooo-------------

Harun sampai di kantor dengan perasaan nyaman. Ketenangan yang tidak di dapatkan begitu saja. Istrinya selalu mengingatkannya berdo’a, dan selalu berpesan : “Bang, ingatlah jika kamu bekerja adalah ibadah. Bukan semata-mata hanya ingin mendapatkan materi.” Hatinya selalu sejuk dan bersyukur di anugerahi istri yang sholeha. Tak ada sedikit pun penyesalan dalam menentukan pilihan, walaupun banyak rekan yang tidak setuju.

Memasuki kantornya, dia pun tak lupa mengucapkan puji dan syukur ke hadirat-Nya, bersyukur atas perjalanannya yang aman dan selamat sampai di tempat kerja.

“Hai.. lihat Harun nih! Temannya pada memperhatikannya dan melihat jam yang ada di dinding kantor ruang tunggu. Tepat jam 8 pagi!

Temannya selalu meledeknya karena Harun terlalu “on time” jam kerjanya. Datangnya tepat jam 8. Pulang pun jam 4 sore, tepat!

“Kamu seperti robot aja, masa datang dan pergi seakan memakai remote control!” Rame! Kawannya berseloroh di suatu acara makan siang bersama di kantornya.

“Remote control apaan tuh! Jadi orang itu jangan ngaret! Datang dan pulang on time, menandakan aku telah bekerja maksimal. Bayangkan kalian semua, tiap hari lembur terus. Kasihan yang di rumah, dapat cape’nya aja. Iya nggak?! Dengan terkekeh Harun mencounter balik lawan bicaranya.

Kawan-kawannya sih, sudah tahu betapa belagunya si Harunn. Harun sosok yang seriusan dalam bekerja. Untuk urusan cari istripun dia termasuk yang sangat selektif. Makanya umur 35 tahun baru dapat yang diinginkannya.

“Kamu nggak salah pilih ? Banyak yang lebih cantik. Misalnya Amy, Ninning, Jamilah dan….” Bakri terhuyung hampir jatuh. Harun mendorongnya agak kuat, untuk menghentikan ucapannya.

“Kamu ini bagaimana sih? Masa cewe-cewe murahan begitu yang di sodorin! Nggak dimintapun mereka datang. Aku lelaki yang suka tantangan dan orisinil. Bukannya seperti mereka yang make up setebal satu meter, pakaian yang kurang kain, bicarapun mendesis-desis!” Monyong bibir Harun memperagakan cewe-cewe genit yang dibicarakannya tersebut.

Harun ingat ketika dia memutuskan untuk menikahi Jahrah, banyak sekali nada-nada sumbang yang mempertanyakan pilihan Harun.

“Kamu khan seorang eksektuif?, mengapa pilih istri yang wajah maupun penampilannya biasa-biasa saja?.”

Harun biasanya hanya tersenyum dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Dia merasa tidak perlu menjelaskan bahwa istrinyalah yang membuat dia mendapat hidayah. Istrinya mampu menularkan semangat untuk selalu memperbaiki diri, mengingatkan untuk selalu mensyukuri apapun yang dimiliki.

“Kenapa kalian pada sewot pada pilihanku? Yang akan nikah itu aku!” Ditunjuknya dadanya, Harun senyum simpul.

“Huh…perjaka ting-ting!” Serempak suara temannya memberikan balasan.

Maklum, teman-temannya semua pada nikah. Urusan mencarikan jodoh untuk Harun semua pada kompak. Kompak untuk membandingkan, gadis mana yang cocok untuknya. Kelihatannya semua pada repot untuk menilai : Apakah ada keluarganya yang masih gadis : Temannya punya teman yang masih gadis, ataupun penjelajahan di sekitar rumah. Seperti orang yang akan kampanye aja tuh.

“Di dunia ini hanya ada satu tempat yang selalu aku rindukan!” Dengan mimik wajah yang serius dia memelototi teman kantornya.

“Alah…kamu itu, semua orang udah tahu, kamu kan orang rumahan. Mau terus ngemong istri!”

---------------ooo---------------

“Aku sudah siap menyambut suamiku!” Jahrah memperhatikan penampilannya. Berputar-putar di depan cermin. Kemudian sedikit tercenung. Wajahnya pias, tersirat kecemasan yang dalam.

“Wajahku mulai berkerut. Ada kerutan kecil di sudut-sudut mata.” Dengan cemas dia mulai menyentuhnya. Dia merasa penuaan mulai mendatangi. Ada kebimbangan yang dalam. Hening sejenak. Tak tahu apa yang akan dilakukannya.

Dia tahu, teman-teman suaminya sangat detail memperhatikannya. Bila acara kumpul bareng, seakan Jahrah ingin diterkamnya. Keinginan untuk menyatu, tertapis tatapan yang kurang bersahabat. Ada sejumput luka di relung hatinya.

Kadang dia kasihan pada Harun. Berulang kali dia menolak dengan berbagai alasan, tapi Harun selalu mampu membuatnya takluk dengan keinginannya.

Ketika ponselnya berdering, Jahrah langsung meraih teleponnya yang telah diletakkan di meja didepannya. Mejanya bundar berwarna coklat dialas kain bundar yang berwarna hijau yang terbuat dari kayu jati.

“Wa’alaikum salam”, Jahrah menjawab telepon dengan santai menjulurkan kakinya dilantai teras, yang terbuat dari ubin yang berwarna hijau muda yang diberi ornament bunga-bunga kecil dan berwarna merah campur kuning.

“Maaf ya bu, jika sore hari saya tidak bisa”, Jahrah menjawab dengan lembut untuk menolak permintaan rapat mendadak ibu-ibu majlis ta’lim di lingkungannya.

“Maaf ya bu, saya tidak bisa hadir. Suamiku belum datang!” Dengan lembut Jahrah menolak.

Jika pergi dari rumah, dia akan selalu minta restu suaminya. Perasaannya akan bimbang, bila dia tidak yakin suaminya mengijinkannya.

“Assalamu’alaikum”, Harun menghampiri istrinya dan merangkul pundaknya.

“Bidadariku, sambutlah kandamu yang lelah ini. Obatilah hati yang rindu ini!” Senyuman Harun melebar, ketika dilihatnya Jahrah sedikit manyun.

“Ah… baru datang, udah godain! Malu didengar anak-anak.” Akhirnya bibir Jahrah merekah kembali. Senyumnya segar. Wajahnya bercahaya terpantul cahaya sore yang berpamitan.

Ada kesegaran pada istrinya di sore ini dan membuat lelahnya seakan hilang. Inilah yang selalu dirindukannya. Pulang disambut istri. Wangi lagi!

Kata orang cemburu hal biasa dalam rumah tangga. Kecemburuan adalah bumbu penyedap untuk kemesraan yang monoton. Kecemburuan sekali-kali diperlukan agar bisa survive menjalani bahtera yang bernama rumah tangga.

Kecemburuan perlu ada dan perlu dikelola. Kehangatan, rasa sayang, terutama cinta pada pasangan tetap dapat mekar. Seperti tanaman yang harus selalu disiram, dipangkas batang yang mengganggu, mengganti tanahnya agar tumbuhnya lebih subur.

Untuk urusan cemburu, Jahrah jauh dari sifat itu. Dia type wanita yang selalu berbicara dengan fakta. Kata orang, perempuan selalu bicara dengan hati, maka Jahrah pengecualiannya.

Rasa cemburunya kadang selintas hadir bila suaminya berbincang-bincang dengan perempuan cantik di dekatnya. Kolega suaminya sepertinya nggak ada yang jelek di matanya. Mereka semua anggun dan professional. Dibanding dirinya? Orang rumahan, apa yang dapat dibanggakannya? Tapi kecemburuanya mampu dialihkan dengan tepat.

Pada awal pernikahan, Jahrah mengalami kecemburuan yang tak diinginkannya. Seperti mata tombak yang tak mau lepas dari ulu hati. Dalam, berdarah! Dibawa dalam tangis diam-diam.

“Kenapa aku ini? Kenapa aku menangis? Apa yang salah?” kata-kata itu selalu diucapkannya untuk menetralkan jantungnya yang ingin melompat. Badan serasa terhimpit berton-ton dinding batu. Mulutpun ingin mengeluarkan sumpah serapah.

Jahrah tidak ingin merasakannya, tapi badannya tak ingin di ajak kompromi. Dia berontak dengan suara hatinya. Berusaha menghembuskan nafas berkali-kali. Dia pun pasrah. “Aku cemburu!” Desisnya di depan cermin.

Kedatangan sepupu Harun setiap minggunya, membuat jantungnya berdegub kencang. Ada keinginan untuk menolak kehadirannya, tapi tak mampu berucap. Hanya sesungging senyum, mengulurkan tangan. Menyambut kedatangan tamu yang tak diinginkannya.

Asma, begitulah nama tamu itu. Asma dan Harun sangat akrab. Menurut Jahrah, itu tidak etis. Mungkin sebelum Harun menikah, itu hal yang wajar.

“Kamu tidak suka dengan kedatangannya?” Berbisik Harun pada suatu senja. Jahrah terlihat sedikit kikuk, wajahnya bagai rembulan yang kehilangan cahaya. Matanya pun lebih sering memandangi ujung jemarinya yang lentik.

Walaupun baru sebulan pernikahan mereka, rupannya Harun sudah mengenal kondisi istrinya bila ada sesuatu yang kurang pas dihati. Istrinya bertype terbuka. Apapun suasana hatinya, akan terpancar pada wajahnya.

Asma, yang matanya yang indah selalu berbinar-binar, wajahnya putih. Pipinya selalu bersemu merah jika disanjung. Badannya proposional, rambutnya hitam lurus sampai di pinggang. Bila dia mau, mungkin dia bisa jadi aktris sinetron yang terkenal. Dia menyukai pakaian yang agak tertutup, walaupun tidak berjilbab. BIcaranya lembut dan indah didengar ditelinga. Bicaranya santun. Jahrah selalu memperhatikan raut wajah suaminya yang juga bersinar bila bercakap-cakap dengannya.

Ingin sekali dia mengatakan pada suaminya :” Kedatangan Asma membuatku tak nyaman!”

Minggu ini, Asma kembali berkunjung. Membawakan kue pisang belanda kesukaan suaminya.

“Enak nggak? Asma menanyakan pada Harun tentang kue olahannya.

“Kalau kamu yang bikin, pasti enak deh!” Dengan bercanda Harun melempar pandang pada Jahrah.

Harun tertegun sejenak, dia melihat rona mendung meliputi wajah istrinya. Pias, mungkin itulah kata yang tepat. Ada sedikit rasa bersalah pada dirinya. “ Bagaimana aku harus bersikap?”. Harun Membatin.

Harun pun terdiam sejenak, membuat Asma sedikit terheran.

“Hai…bisa-bisanya ngelamun sambil makan!” Asma menggoyangkan kedua telapak tangan di depan wajahnya.

“Nggak tuh, Cuma berusaha menikmati kuenya! Apa nggak boleh!?” Harun berusaha mengelak pertanyaan itu, takut ketahuan jika dia sedang mengalami rasa yang serba salah.

Asma saudara sepupu dan teman terdekat saat kecilnya. Rasa sayang itu, tidaklah mungkin bisa dihilangkan. Kenangan masa kecil yang indah bersama Asma membuatnya kadang tersenyum sendiri.

Kunjugan Asma yang rutin, merupakan hal yang disenanginya. Tapi Harun tahu, istrinya menyimpan sebuah beban. Pilihan sulit untuk menentukan sikap. Melarang Asma datang, berarti membuatnya kangen. Kangennya sering dibawa dalam mimpi.

Bukan kedekatan suaminya yang ditakutkan, tapi Jahrah takut pesona Asma akan melunturkan ikatan cinta mereka. Kedekatan sebagai seorang saudara, mungkin akan berbalik menjadi api asmara yang tak bisa dipadamkan.

Sejujurnya Jahrah tidak menyukai kunjungan Asma ke rumahnya. Tapi Asma selalu rutin berkunjung setiap minggu ke rumahnya dan selain berbincang dengan suaminya juga akrab dengan kedua putrinya. Jadi ketika Asma di rumahnya, Jahrah berusaha tetap hangat walaupun jauh didasar hati dia sangat tersiksa. Jahrah selalu menekankan pada dirinya bahwa Asma adalah saudara suaminya. Asma tidak punya salah padanya. Asma sempurna dimatanya karena Allah yang memberikan kecantikan itu. Kenapa harus membenci Asma?

Begitulah Jahrah selalu mendinginkan hatinya.

“Cantik sekali hari ini. Semoga pernikahan ini langgeng sampai kakek nenek!” Jahrah menyalami Asma.

Hari ini dia begitu tulus berucap. Tidak ada beban. Serasa ikatan yang menghimpit kemudian lenyap bersama debu yang berterbangan.

Itulah pertemuan terakhir Jahrah dengannya. Hingga beberapa tahun, Jahrah seakan melupakan sosok yang sering membuat tidurnya terjaga di malam hari.

-------ooo-------

Masa 3 tahun cukup lama dilewati. Serasa baru kemarin Asma mengalami kecelakaan. Kecelakaan yang hanya menimbulkan beberapa goresan pada tubuhnya, tapi berakibat fatal pada syarafnya. Saat kecelakaan itu, Asma mengalami muntah-muntah dan pingsan beberapa jam.

Pertemuan ini merupakan pertemuan pertama setelah Asma pulang kampung. Barulah Jahrah bertemu kembali dengan suasana yang sangat berbeda. Pertemuan yang membuat Jahrah tidak berkedip memandang Asma.

Bibirnya kelu untuk menyapa. Jantungnya berdegup kencap. Bukan cemburu seperti yang pernah dialaminya diawal perkawinannya, tapi keterkejutan Jahrah ketika Asma menyalaminya dengan senyum.

“Lama nggak ketemu ya…Asma kangen!”

“Kami juga kangen lho! Udah 3 tahun nggak ketemu.” Jahrah merangkul Asma dengan erat. Kecemburuan yang pernah singgah di hatinya, membuatnya sedikit bersalah. Kondisi Asma yang luarbiasa mengejutkan, membuatnya berfikir ulang tentang sebuah “kecantikan”.

“Lihat kunci rumahku?”. Asma bertanya pada orang disekililingnya. Dia pun sibuk merogoh kantong roknya, lalu mencari di atas meja tamu. Bolak balik ke kamar, dapur dan halaman. Nggak ketemu.

Orang serumah memandang sedih padanya. Pikun Asma mulai lagi. Tidakkah dia menyadari dirinya tinggal di rumah ini, rumah orangtuanya. Ada setetes air bening jatuh di pangkuan Jahrah.

Jahrah melihat Asma seperti perempuan berumur 50an. Asma yang baru berusia 30 tahun, terlihat kurus dan kusam. JIka kita berbincang padanya sering tidak nyambung. Asma seringkali lupa dengan apa yang telah dilakukannya.

“Oh… aku tinggal di sini ya?” Asma bergumam sendiri. Ada senyum lembut di sudut bibirnya.

“Permisi, aku belum sholat dzuhur. Maaf aku tinggal.” Kesopanan yang dimiliknya tetap ada.

Kecantikan Asma memang memudar, tapi sifat dasar yang dimilikinya masih ada : Lembut, Sopan dan suka tersenyum tetap ada padanya.

Jahrah pun mendapat pencerahan arti sebuah kecantikan. Kecantikan tidak ada yang abadi. Kepribadian seseoranglah yang akan dibawa mati.

Asma meninggal dalam usia 32 tahun, dengan memberikan pelajaran tentang bagaimana kita seharusnya memandang kehidupan yang hanya sekali ini, membuat Jahrah tambah dekat dengan sang Pencipta.


(Teriring salam untuk semua yang aku kasihi di kota Samarinda : Alika, Ecce, Ayi, Jirin, Yuni)

Monday, April 20, 2009

Wanita Karir Kerja di Luar Rumah

Sumber: warnaislam.com, Ahad, 12 April 2009

Pertanyaan:

Assalamu 'alaikum ust yang mulia..

Era globalisasi ini banyak kita temukan wanita karir. yang ingin saya tanyakan, bagaimana jika wanita karir ini sudah menikah? Bukankah wanita harus taat kepada suaminya, wanita tidak boleh keluar rumah tanpa izin dari suaminya dan juga keluar rumah apabila ada keperluan saja.. Bagaimana menanggapinya ya ustaz? Syukran.

Jawaban:


Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Sebenarnya Islam tidak pernah mensyariatkan untuk mengurung wanita di dalam rumah. Tidak seperti yang banyak dipahami orang.

Lihatlah bagaimana Rasulullah SAW melarang orang yang melarang wanita mau datang ke masjid.

Diriwayatkan dari Ibnu Umar dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Janganlah kamu mencegah perempuan-perempuan untuk pergi ke Masjid, sedangkan rumah mereka itu lebih baik bagi mereka.” (HR Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah dan lafadz ini dari Abu Dawud).

Dari Abdullah Bin Umar dia berkata, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Apabila salah seorang perempuan di antara kamu minta izin (untuk berjama’ah di masjid) maka janganlah mencegahnya”. (HR Al-Bukhari dan Muslim, lafadz ini dari Al-Bukhari).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah dia berkata, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Janganlah kamu mencegah kaum wanita untuk pergi ke masjid, tetapi hendaklah mereka keluar tanpa wangi-wangian.” (HR Abu Dawud).

Padahal di masjid sudah bisa dipastikan banyak orang laki-laki. Dan perjalanan dari rumah ke masjid serta begitu juga kembalinya, pasti akan bertemu dengan lawan jenis yang bukan mahram.

Bahkan masjid Nabawi di masa Rasulullah SAW tidak ada hijabnya. Tidak seperti masjid kita di zaman sekarang ini yang ada tabir penghalangnya. Di masa kenabian, posisi jamaah laki-laki dan jamaah wanita hanya dipisahkan tempatnya saja.

Shaf laki-laki di bagian depan dan shaf wanita di bagian belakang. Anak kecil yang laki di belakang shaf laki dan anak kecil perempuan berada di sfah terdepan dari shaf perempuan. Dan tidak ada kain, tembok, tanaman atau penghalang apapun di antara barisan laki dan perempuan.

Jadi kalau dikatakan bahwa wanita itu haram keluar rumah, harus lebih banyak dikurung di dalamnya, rasanya tidak sesuai dengan apa yang terjadi di masa Rasulullah SAW dan salafus-shalih. Boleh dibilang mengurung wanita di dalam rumah adalah sebuah perkara bid'ah yang sesat.

Isteri Rasulullah SAW: Khadidjah radhiyallahu anha

Rasulullah SAW punya seorang isteri yang tidak hanya berdiam diri serta bersembunyi di dalam kamarnya. Sebaliknya, dia adalah seorang wanita yang aktif dalam dunia bisnis. Bahkan sebelum beliau menikahinya, beliau pernah menjalin kerjasama bisnis ke negeri Syam. Setelah menikahinya, tidak berarti isterinya itu berhenti dari aktifitasnya.

Bahkan harta hasil jerih payah bisnis Khadijah ra itu amat banyak menunjang dakwah di masa awal. Di masa itu, belum ada sumber-sumber dana penunjang dakwah yang bisa diandalkan. Satu-satunya adalah dari kocek seorang donatur setia yaitu isterinya yang pebisnis kondang.

Tentu tidak bisa dibayangkan kalau sebagai pebisnis, sosok Khadijah adalah tipe wanita rumahan yang tidak tahu dunia luar. Sebab bila demikian,
bagaimana dia bisa menjalankan bisnisnya itu dengan baik, sementara dia tidak punya akses informasi sedikit pun di balik tembok rumahnya.

Di sini kita bisa paham bahwa seorang isteri nabi sekalipun punya kesempatan untuk keluar rumah mengurus bisnisnya. Bahkan meski telah memiliki anak sekalipun, sebab sejarah mencatat bahwa Khadijah ra. dikaruniai beberapa orang anak dari Rasulullah SAW.

Isteri Rasulullah SAW: 'Aisyah radhiyallahu anha

Sepeninggal Khadijah, Rasulullah beristrikan Aisyah radhiyallahu anha, seorang wanita cerdas, muda dan cantik yang kiprahnya di tengah masyarakat tidak diragukan lagi. Posisinya sebagai seorang isteri tidak menghalanginya dari aktif di tengah masyarakat.

Semasa Rasulullah masih hidup, beliau sering kali ikut keluar Madinah ikut berbagai operasi peperangan. Dan sepeninggal Rasulullah SAW, Aisyah adalah guru dari para shahabat yang memapu memberikan penjelasan dan keterangan tentang ajaran Islam.

Bahkan Aisyah ra. pun tidak mau ketinggalan untuk ikut dalam peperangan. Sehingga perang itu disebut dengan perang unta (jamal), karena saat itu Aisyah radhiyallahu anha naik seekor unta.

Banyak Pekerjaan Yang Hanya Bisa Ditangani Wanita

Keluar rumahnya seorang wanita untuk bekerja pada hakikatnya memang dibenarkan dalam syariat Islam. Tapi memang tidak semua bentuk pekerjaan boleh dilakukan oleh para wanita. Hukumnya haram kalau wanita yang melakukannya.

Sebaliknya, realitas syariah menetapkan ada juga begitu banyak pekerjaan yang justru haram dilakukan oleh laki-laki. Harus dikerjakan oleh para wanita.

Maka kalau sampai para wanita dilarang mengerjakan pekerjaan yang memang menjadi tugasnya secara syar'i, jelaslah kita telah menjerumuskan umat Islam ke dalam lembah yang diharamkan Allah SWT.

Misalnya tugas membantu para wanita bersalin. Harusnya bukan dokter atau bidan laki-laki. Hukumnya justru haram kalau dokternya laki-laki. Dan sebaliknya, hukumnya fardhu bagi wanita untuk membantu proses persalinan.

Maka sekian juta wanita muslimah wajib keluar rumah untuk menjadi dokter dan para medis di klinik, rumah sakit, lab, dan sejenisnya. Karena ada sekian ratus juta penduduk dengan jenis kelamin wanita. Mereka butuh pelayanan kesehatan yang terkait dengan fisik. Maka hanya para wanita saja yang boleh melayani mereka.

Lebih besar dari itu, Islam mewajibkan para wanita belajar dan bersekolah, bukan hanya sampai tingkat pendidikan wajib 9 tahun, tapi juga sampai posisi yang tertinggi.

Dan untuk itu wajib ada guru yang berjenis kelamin wanita. Karena idealnya, harus ada sekolah khusus untuk para wanita. Dan oleh karena itu dibutuhkan jutaan guru yang berjenis kelamin wanita. Mereka wajib keluar rumah untuk mengajar. Dan para murid yang wanita, juga wajib keluar rumah untuk belajar.

Kalau dikatakan wanita tidak boleh keluar rumah, maka hukumnya bertentangan dengan realitas hukum fiqih yang ada.

Para Pengurung Wanita

Di dunia Islam memang ada sedikit kalangan yang punya kecenderungan ingin mengurung para wanita di dalam rumah. Alasannya karena para wanita sumber fitnah.

Alasan ini ada benarnya, namun pada batas tertentu sebenarnya sudah keterlaluan juga. Benar bahwa begitu banyak fitnah yang terjadi karena para wanita keluar rumah. Tidak ada yang menyangkal kebenaran hal itu. Dan kita pun cukup prihatin dengan berbagai kasus perzianaan yang begitu marak karena kita membiarkan para wanita keluar rumah.

Namun di sisi yang lain, tentu bukan pada tempatnya untuk begitu saja mengurung para wanita di dalam rumah. Sebab wanita bukan binatang peliharaan yang kerjanya hanya sekedar memuaskan nafsu seksual suami. Di sisi lain, wanita juga manusia, yang butuh berinteraksi dengan sesama jenisnya, juga dengan lingkungannya, termasuk dengan alam semesta.

Polemik Keshahihan Hadits: Wanita Adalah Aurat

Ada juga yang melarang wanita dengan menggunakan dalil merupakan hadits Nabi SAW.

Diriwayatkan oleh Ibnu Umar marfu`an bahwa, "Wanita itu adalah aurat, bila dia keluar rumah, maka syetan menaikinya." (HR Tirmizy)

Dari segi matan, hadits ini memang cukup jelas menyebutkan tentang keluarnya wanita akan menjadikan para syetan beristisyraf. Sehingga secara sekilas di dalam kesan bahwa ketika seorang wanita keluar rumah, maka syetan akan menaikinya dan akan menjadi sumber masalah baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.

Karena itu banyak ulama yang ingin mengurung wanita di dalam rumah yang menjadikan hadits ini sebagai hadits 'gacoan'. Ke mana-mana yang disebut-sebut adalah hadits ini.

Tapi apakah benar hadits ini 100% shahih tanpa kritik?

Memang kalau Nashiruddin Al-Albani jelas menshahihkan hadits ini. Lihat kitab beliau Silsilah Ahadits Shahihah nomor 2688. Juga terdapat dalam Shahih At-Targhib 246, Shahih Tirmizy 936, Shahih Al-Jami' 6690, Shahih Ibnu Khuzaemah 1685.

Sebab isi hadits ini sejalan dengan pendapatnya yang ingin mengurung para wanita di dalam rumah.

Namun di sisi lain, tidak sedikit dari para ulama hadits banyak yang mempersoalkan kedudukan hadits ini. Alasannya ada beberapa hal, antara lain:

1. Sesungguhnya isnad hadits ini tidak tersambung kepada Rasululah SAW, isnadnya munqathi' (terputus). Karena Hubaib bin Abi Tsabit, salah seorang di antara mata rantai perawinya dikenal sebagai mudallis. Dia tidak mendengar langsung dari Ibnu Umar.

2. Dikatakan hadits ini shahih terdapat dalam Al-Ausath-nya At-Tabrani. Padahal Mu'jam At-Thabrani Al-Awsath bukan kitab sunan. At-Thabarani sendiri tidak meniatkannya sebagai kitab shahih. Beliau justru hanya sekedar mengumpulkan hadits-hadits yang ma'lul (bermasalah). Agar orang-orang tahu kemunkarannya.

Sayangnya, ada orang-orang yang datang kemudian, malah menshahihkan hadits-hadits di dalamnya. Seandainya Imam At-thabarani masih hidup dan tahu apa yang dilakukan orang-orang sekarang ini, pastilah beliau tidak menuliskannya.

3. Imam At-Thabarani pada dasarnya juga tidak meriwayatkan hadits itu di dalam Al-Awsathnya.

4. Dikatakan bahwa Ibnu Khuzaemah juga menshahihkan hadits ini. Padahal perkataan itu tidak lain adalah tadlis. Ibnu Khuzaemah tidak pernah menshahihkan hadits ini. Bahkan beliau menjelaskan 'illatnya. Beliau menuliskan sebuah judul: Babu Ikhtiyari Shalatil Mar'ah fi Baitiha 'ala Shalatiha fil Masjid, in tsabatal hadits.

Kata penutup in tsabatal hadits justru menunjukkan bahwa beliau belum memastikan keshahihan hadits itu.

Dan perdebatan antara para muhaddits tidak ada habisnya tentang keshahihan hadits ini. Sebagian bilang itu hadits shahih tapi yang lain bilang itu hadits yang bermasalah.

Maka ketika ada sebagian kalangan yang ingin mengurung wanita di dalam rumah dengan berdasarkan haditsi ini, tidak semua sepakat membenarkannya.

Syarat dan Adab Wanita Keluar Rumah

Meski pun tidak ada dalil yang qath'i tentang haramnya wanita keluar rumah, namun para ulama tetap menempatkan beberapa syarat atas kebolehan wanita keluar rumah. Sebab memang ada peraturannya, tidak asal keluar rumah begitu saja, sebagaimana para wanita di dunia barat yang tidak punya nilai etika.

1. Mengenakan Pakaian yang Menutup Aurat

Menutup aurat adalah syarat mutlak yang wajib dipenuhi sebelum seorang wanita keluar rumah. Karena Allah SWT telah berfirman dengan tegas di dalam Al-Quran:

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang-oarang beriman, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka"(QS Al-Ahzaab 27)

2. Tidak Tabarruj atau Memamerkan Perhiasan dan Kecantikan

Wanita yang keluar rumah dan menutup auratnya, juga tetap harus menjaga dandanannya. Dia dilarang memamerkan perhiasan dan kecantikannya, terutama di hadapan para laki-laki. Karena Allah SWT telah berfirman di dalam Quran:

Janganlah memamerkan perhiasan seperti orang jahiliyah yang pertama` (QS Al-Ahzaab 33)

3. Tidak Melunakkan, Memerdukan atau Mendesahkan Suara

Selain itu para wanita yang keluar rumah juga diharamkan bertingkah laku yang akan menimbulkan syahwat para laki-laki. Seperti mengeluarkan suara yang terkesan menggoda, atau memerdukannya atau bahkan mendesah-desahkan suaranya.

Larangaannya tegas dan jelas di dalam Al-Quran, tidak ada urusan shahih atau tidak shahih, karena semua ayat Quran hukumnya shahih.

Janganlah kamu tunduk dalam berbicara (melunakkan dan memerdukan suara atau sikap yang sejenis) sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik` (QS Al-Ahzaab 32).

4. Menjaga Pandangan

Wanita yang keluar rumah juga diwajibkan untuk menjaga pandangannya. Bukan hanya laki-laki saja yang haram jelalatan matanya, tetapi wanita juga haram lirak-lirik.

Hal itu ditegaskan Allah SWT dalam firman-Nya:

Katakanlah pada orang-orang laki-laki beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya ........"(QS An Nuur 30-31)

5. Aman dari Fitnah

Kebolehan wanita keluar rumah akan batal dengan sendirinya manakala ada fitnah, atau keadaan yang tidak aman. Hal ini sudah merupakan ijma` ulama.

Syarat ini didapat dari hadits Nabi SAW tentang kabar beliau bahwa suatu ketika akan ada wanita yan berjalan dari Hirah ke Baitullah sendirian tidak takut apa pun kecuali takut kepada Allah SWT.

6. Mendapatkan Izin Dari Orang Tua atau Suaminya

Ini adalah yang paling sering luput dari perhatian para muslimah terutama aktifis dakwah. Sebab sekali mereka ikut terjun dalam dunia aktifitas rutinitas, maka seolah-olah izin dari pihak orang tua maupun suami menjadi hal yang terlupakan. Padahal izin adalah hal yang perlu didapatkan dan tidak bisa disepelekan begitu saja.

Pada dasarnya memang wanita harus mendapatkan izin suami untuk keluar rumah. Dan ini sebenarnya sangat manusiawi sekali. Tidak merupakan beban dan paksaan atau menjadi halangan.

Izin dari suami harus dipahami sebagai bentuk kasih sayang dan perhatian serta wujud dari tanggung-jawab seorang yang idealnya menjadi pelindung.
Semakin harmonis sebuah rumah tangga, maka semakin wajar bila urusan izin keluar rumah ini lebih diperhatikan.

Namun tidak harus juga diterapkan secara kaku yang mengesankan bahwa Islam mengekang kebebasan wanita.

Wallahu a'lam bishshawab, wasalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.

Tuesday, April 14, 2009

Seorang Polwan Muslimah di AS Dilarang Berjilbab

Sumber: Eramuslim.com, Kamis, 09/04/2009

Jilbab ternyata masih menjadi momok menakutkan bagi negara besar seperti AS yang mengklaim sebagai negara yang demokratis dan menghormati hak asasi manusia. Setidaknya ada tiga kasus jilbab yang terjadi di AS saat ini.

Hari Rabu kemarin, seorang polwan Muslim di Philadelphia harus menelan kekecewaan karena pengadilan menolak permohonannya agar diijinkan mengenakan jilbab saat bertugas. Hakim pengadilan menolak permohonan polwan muslimah itu dengan alasan seorang anggota polisi harus menjaga "netralitas"nya dalam masalah agama.

Pengadilan yang melibatkan polwan muslimah Kimberlie Webbs kemarin adalah pengadilan banding yang kedua. Namun Webbs tetap tidak boleh mengenakan jilbab. Kepolisian tempat Webb bekerja melarang polwan mengenakan simbol-simbol agama dan beralasan jika Webb diijinkan mengenakan jilbab, akan menimbulkan "persoalan panjang" di departemen kepolisian.

Kasus jilbab lainnya terjadi di Oklahoma. Namun akhir kasus ini cukup melegakan warga Muslim karena pihak legislatif Oklahoma menolak usulan peraturan yang isinya melarang orang mengenakan jilbab untuk keperluan foto yang akan dicantumkan dalam surat ijin mengemudi atau SIM.

Pihak legislatif Oklahoma mengatakan bahwa larangan semacam itu bertentatangan dengan adanya pengecualian yang dibolehkan dalam masalah keagamaan dan bertentangan dengan hak-hak warga sipil yang tercantum dalam Amandemen Pertama konsitusi AS.

Keputusan legislatif Oklahoma ini disambut baik oleh warga Muslim. "Kami berterima kasih dengan para anggota legislatif atas kepemimpinan dan dukungan mereka terhadap pluralisme dalam hidup beragama dan terhadap Amandemen Pertama," kata Razi Hashmi, Direktur Eksekutif Council on American Islamic Relations (CAIR) cabang Oklahoma.

Sejak usulan untuk melarang penggunaan penutup kepala dalam foto SIM muncul, dewan legislatif Oklahoma menerima sekitar 600 surat penolakan terhadap usulan peraturan tersebut. Penentangan kebanyakan dari kalangan Muslim dan penganut agama Sikh di Oklahoma. Mereka menilai peraturan itu melanggar konstitusi dan kebebasan setiap orang untuk menjalankan ibadah agamanya.

CAIR juga mengatakan peraturan semacam itu akan melukai seluruh pemeluk agama, bukan hanya Muslim tapi juga penganut agama Sikh dan para biarawati gereja yang juga mengenakan penutup kepala.

Sementara itu, sebuah sekolah di distrik Nevada hari Rabu kemarin harus mengeluarkan biaya kompensasi sebesar 400.000 dollar dalam kasus gugatan hak sipil yang diajukan seorang siswi Muslim bernama Jana Elhifny. Elhifny menggugat sekolahnya karena merasa sudah dipermalukan dan didiskriminasikan oleh pihak sekolahnya sehingga ia terpaksa keluar dari North Valley High School.

Elhifny, muslimah berjilbab keturunan Mesir ini menuding pihak sekolahnya gagal untuk mengatasi kasus ancaman pembunuhan dan pelecehan yang dialaminya. (ln/aby)

Friday, April 10, 2009

Meniti Jejak Islam di Kokas

Sumber: Kompas, Senin, 6 April 2009
Laporan wartawan KOMPAS.com Kristianto Purnomo


Menyambangi Kokas, Fakfak, Papua Barat, nuansa kehidupan Islami akan terasa begitu kental. Tak heran, karena di sini sebagian besar masyarakatnya memang memeluk agama Islam.

Sebagai salah satu pusat agama Islam di Kabupaten Fakfak maka Kokas menyimpan bukti sejarah yang mereka banggakan. Salah satu peninggalan sejarah Islam di Kokas adalah masjid tua di Kampung Patimburak.

Masyarakat setempat mengenal masjid ini sebagai Masjid Tua Patimburak. Menurut catatan sejarah, masjid ini telah berdiri lebih dari 200 tahun yang lalu, bahkan merupakan masjid tertua di Kabupaten Fakfak. Bangunan yang masih berdiri kokoh dan berfungsi hingga saat ini dibangun pada tahun 1870, seorang imam bernama Abuhari Kilian.

Aura tradisional muncul saat menyambangi lokasi masjid tua ini. Di kampung yang dihuni tak lebih dari 35 kepala keluarga tersebut anda akan mendapati kesederhanaan yang menyatu dari bangunan masjid dan kehidupan masyarakatnya.

Sekilas bangunan masjid seluas tidak lebih dari 100 meter persegi ini tampak biasa. Namun coba perhatikan lebih seksama. Masjid ini memiliki keunikan pada arsitekturnya, yaitu perpaduan bentuk masjid dan gereja. Musa Heremba, imam Masjid Patimburak mengaku bangunan masjid ini telah mengalami beberapa kali renovasi. Meski mempertahankan bentuk aslinya, namun material asli yang belum diganti adalah empat buah pilar penyangga yang terdapat di dalam masjid.

Pada masa penjajahan, masjid ini bahkan pernah diterjang bom tentara Jepang. Hingga kini, kejadian tersebut menyisakan lubang bekas peluru di pilar masjid.

Menurut Musa Heremba, penyebaran Islam di Kokas tak lepas dari pengaruh Kekuasaan Sultan Tidore di wilayah Papua. Pada abad XV, Kesultanan Tidore mulai mengenal Islam. Sultan Ciliaci adalah sultan pertama yang memeluk agama Islam. Sejak itulah sedikit demi sedikit agama Islam mulai berkembang di daerah kekuasaan Kesultanan Tidore termasuk Kokas.

Di pelataran masjid, sebuah pohon mangga kokoh berdiri. Namun, bukan sembarang pohon mangga. Dari ukuran batangnya, bisa dipastikan usia pohon raksasa ini tak terpaut jauh dengan usia masjid. Syahdan, perlu empat rentang tangan orang dewasa untuk merengkuh keseluruhan batang pohon ini.

Tertarik ziarah ke masjid ini? Untuk mencapai lokasi Masjid Tua Patimburak, anda sebelumnya harus menempuh perjalanan darat dari Fakfak ke Kokas. Tersedia angkutan luar kota dari terminal kota Fakfak. Selama 2 jam anda akan menyusur jalan berkelok dan segarnya udara pegunungan. Tiba di kota Kokas, perjalanan menuju Kampung Patimburak harus dilanjutkan menggunakan longboat sewaan.

Pemandangan selama 1 jam mengendarai long boat rasanya sayang jika dilewatkan. Anda bisa menikmati keindahan pulau-pulau karang yang masih perawan di sepanjang perjalanan.

***