Wednesday, December 28, 2005

Ibumu! Ibumu! Ibumu!

Oleh: Ibnoe Dzulhadi
(Sumber: www.eramuslim.com)

eramuslim - Judul artikel ini merupakan kutipan dari hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh dua syeikh hadits: Bukhari dan Muslim. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah saw dan bertanya kepada beliau, "Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berhak aku pergauli?" Beliau menjawab, "Ibumu! Ia bertanya lagi, "Lalu siapa?" Rasul menjawab lagi, "Ibumu!" Ia balik bertanya, "Siapa lagi?" Rasul kembali menjawab, "Ibumu!" Ia kembali bertanya, "Lalu siapa lagi?" Beliau menjawab, "Bapakmu!" (Dikeluarkan oleh Asy-Syaikhani (Bukhari-Muslim).

Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa ia bertanya kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah siapakah orang yang paling pantas aku pergauli?" Rasul menjawab, "Ibumu, ibumu ibumu dan bapakmu! Kemudian orang yang paling dekat denganmu dan paling dekat." (Dikeluarkan oleh Imam Muslim).

Ibu. Sebuah kata yang sangat menggetarkan hati. Adakah orang yang paling dekat dari seseorang (setelah Allah) dari seorang ibu? Tidak ada! Seorang ibu adalah pesona kehidupan. Ia adalah lambang cinta abadi, pengorbanan yang hakiki dan pribadi utusan Ilahi di atas bumi-Nya. Ibu adalah wakil Allah di muka bumi. Meskipun demikian, bukan berarti seseorang harus melupakan ayahnya. Karena ayah dan ibu memiliki satu derajat dalam Al-Qur'an. Mereka berdua laksana "dua sisi mata uang yang absurd untuk dipisahkan. Keridhaan mereka merupakan keridhaan Allah. Dan murka mereka merupakan murka-Nya. Dari Abdullah ibn 'Amru ra. ia berkata: Rasulullah saw bersabda, "Keridhaan Tuhan berada pada keridhaan kedua orang tua, dan kemurkaan Tuhan berada pada kemurkaan orang tua." (HR Al-Turmudzi).

Marilah kita tadabburi penjelasan Allah dalam kitab-Nya, "Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang dari mereka atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan hendaklah rendahkan dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil (dahulu)" (Qs. Al-Isra' [17]: 23-24).

"Dan Kami perintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ibu bapakmu, hanya kepada-Kulahkembalimu" (Qs. Luqman [31]: 14).

"Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya dan menyapihnya dalam tiga puluh bulan..." (Qs. Al-Ahqaf [46]: 15).

"Dan kami wajibkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang ibu bapaknya..." (Qs. Al-'Ankabut [29]: 8).

Ibu adalah orang yang paling susah memelihara anaknya: mengandung, menyusui dan menyapihnya. Ternyata, seorang anak itu sejak dalam kandungan saja sudah "terbiasa" membuat susah ibunya. Maka, sangat ironis jika sudah dewasa dan sudah kaya malah "lupa kacang akan kulitnya." Alangkah durhakanya jika seorang anak tidak rela "tegel" dan lantai rumahnya disentuh oleh telapak kaki ibunya yang bersih dan suci. Telapak kaki yang menyimpan "surga Allah." Dari Thalhah ibn Mu'awiyah al-Sulma ra. ia berkata, "Aku datang kepada Rasulullah dan berkata kepadanya, "Wahai Rasulullah, aku ingin berjihad di jalan Allah. Beliau bertanya, "Ibumu masih hidup? Ia menjawab, "Ia! Beliau berkata, "Taatlah kepadanya, di kakinya terdapat surga" (HR Al-Thabrani).

Tidak jarang memang, seorang anak malah membalas "air susu dengan air tuba." Padahal, sebesar apapun harta yang dikeluarkan oleh seorang anak, tidak akan pernah bisa untuk mengembalikan ASI yang mendarah daging dalam tubuhnya. ASI lebih berharga daripada harta: kekayaan, kemewahan dan glamor duniawi. Kiranya tidak ada yang mampu untuk mengkalkulasikan harga ASI, karena sangat mahal harganya.

Berbakti kepada ibu melebihi segalanya. Bahkan pengabdian seorang anak kepada ibu (juga bapaknya) menggugurkan kewajiban untuk berjihad. Dari Abdullah ibn 'Amru ibn 'Ash ra. ia berkata, "Seorang laki-laki datang menghadap Rasul saw dan berkata, "Aku membaiatmu untuk berhijrah dan jihad untuk memperoleh pahala dari Allah!" Rasul saw kemudian bertanya kepadanya, "Apakah salah satu kedua orang tuamu ada yang masih hidup?" Ia menjawab, "Ya, bahkan keduanya masih hidup!" Rasul balik bertanya, "Dan engkau ingin mendapat pahala dari Allah?" Ia menjawab, "Ya!" Rasul lalu berkata kepadanya, "Pulanglah kepada kedua orang tuamu dan berbakti kepada mereka" (Muttafaq 'Alaihi).

Oleh karenya, salah satu amalan yang sangat dicintai oleh Allah adalah berbakti kepada kedua orang tua. Dari Ibnu Mas'ud ra. ia berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah saw, "Pekerjaan apa yang paling dicintai oleh Allah?" Beliau menjawab, "Shalat pada waktunya! Aku bertanya lagi, "Lalu apa?" Beliau menjawab, "Berbakti kepada kedua orang tua! Aku bertanya lagi, "Lalu apa? Beliau menjawab, "Berjihad di jalan Allah!" (HR Bukhari dan Muslim).

Subhanallah! Berbakti kepada ibu (dan bapak) menggugurkan jihad di jalan Allah. Betapa mulianya derajat seorang ibu. Itu karena nilai cinta yang dimiliki seorang ibu kepada anaknya. Pepatah menyatakan: Cinta ibu sepanjang zaman, dan cinta anak sepanjang jalan. Bahkan bisa jadi sepanjang "galah." Tidak jarang seorang anak malah bangga ketika mampu menyisihkan gajinya untuk biaya ibunya di panti jompo. Ibunya yang sudah tua: kulitnya yang keriput, giginya yang sudah ompong, sudah kehilangan tenaga bahkan kembali seperti anak-anak terkadang dianggap menjadi perusak pemandangan di dalam rumah sang anak. Maka sang anakpun merasa risih, bahkan jijik. Lalu sang anak bersama sang menantu mengambil inisiatif (yang menurut mereka benar) untuk memasukkan sang ibu yang tua renta ke panti jompo. Na'udzubillahi min dzalik.

Sebenarnya, ketika kecil dulu: ketika sang anak sering ngompol di popoknya, atau buang air di ranjang, sang ibu lebih mampu untuk menaruh sang anak ke pantai asuhan. Tapi karena cintanya yang tulus dan besar, bahkan tanpa akhir itu tidak mampu melakukan hal itu. Namun ketika posisi itu berbalik, sang anak malah melakukan sebaliknya. Bukankah ketika orangtua sudah jompo merupakan giliran sang anak untuk membersihkan popok dan ranjang tempatnya membuang air? Itulah yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Bukankah mengatakan ah saja tidak boleh? Bagaimana kalau sampai orang tua dijadikan pembantu di rumah tangga, atau diusir karena sudah (dirasa) tidak berguna?

Sungguh, berbuat jahat kepada ibu hanya akan mengantarkan pelakunya ke dalam neraka. Dari Abu Hurairah ra. ia berkata, "Rasulullah saw bersabda, "Celakalah, celakalah, celakalah! Beliau kemudian ditanya, "Siapa yang celaka wahai Rasulullah? Beliau menjawab, "Siapa yang mendapati salah satu dari orang tuanya atau keduanya, namun ia tidak berusaha untuk memasukkannya ke dalam surga" (HR Ahmad).

Tentunya, keberadaan sang ibu merupakan kesempatan emas untuk meperoleh ridhanya dan ridha Allah. Karena kalau sudah tiada, kesempatan menjadi berkurang, karena sang anak paling hanya bisa berdoa dan bersedekah untuknya. Maka yang masih memiliki ibu, pergunakan kesempatan itu. Maka berbaktilah kepada ibumu, ibumu, ibumu, selagi kesempatan terbuka lebar. Wallahu a'lamu bi al-shawab.

Allahummaghfirlahaa warhamhaa wa'aafihaa wa'fu 'anhaa waj'al l-jannata matswaahaa! Semoga ruh ibunda tercinta diterima Allah di sisi-Nya. Amin!

---

Tuesday, December 27, 2005

Membuka Jilbab Karena Sulit Kerja

(Sumber: www.syariahonline.com)

Pertanyaan:

Assalamuallaikum Wr. Wb.

Bagaimana hukumnya bila wanita yang sudah di jilbab, dibuka lagi karena sulitnya mencari pekerjaan.

Wassalam,
ndah

Jawaban:

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Memakai jilbab adalah bentuk ketaatan kepada Allah SWT, dimana menutup aurat adalah sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim dan muslimah. Hal ini sudah bukan masalah yang perlu diperdebatkan lagi, karena sudah merupakan kesepakatan ulama dan umat Islam sepanjang zaman. Belum pernah kita dengar ada seoprang muslim yang mengerti agamanya yang mengatakan bahwa membuka aurat itu boleh kalau kepepet. Bahkan meski hal itu keluar dari mulut orang awam sekalpun.

Jadi kewajiban menutup aurat dan memakai jilbab itu adalah kewajiban yang bersifat mutlak sebagaimana kewajiban menjalankan shalat lima waktu, membayar zakat atau pergi haji bagi yang mampu.

Karena itu, bila alasannya hanya sekedar tidak bisa mendapatkan pekerjaan lalu harus buka jilbab, maka alangkah murahnya harga auratnya itu. Padahal aurat adalah bagian tubuh yang WAJIB ditutup sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya.

Memang benar bahwa dalam agama itu ada kemudahan yang Allah sendiri tidak akan membebani seseorang bila memang tidak mampu, namun bukan berarti setiap dalam setiap masalah, seseorang bisa dengan mudah berkompromi dan meninggalkan perintah Allah.

Menutup aurat termasuk masalah prinsipil yang tidak boleh dengan mudah dikompormikan, karena disitulah sebenarnya salah satu ciri dan jati diri seorang muslim dan muslimah.

Di sisi lain, untuk mendapatkan pekerjaan, tidaklah harus di tempat yang menuntut seseorang bermaksiat terhadap Sang Pencipta. Masih banyak instansi dan perusahaan lain yang para pemegang kebijakan di dalamnya yang masih punya nurani dan pemahaman tentang hak menjalankan agama masing-masing.

Semoga Allah memberikan jalan keluar yang terbaik buat Anda.
Wassalamu alaikum Wr. Wb.

Saturday, December 3, 2005

Doa Imajiner (Ratih Sang)

Doa yang kupanjatkan ketika selesai menikah:
“Ya Allah beri aku anak yang sholeh dan sholehah, agar mereka dapat mendoakanku ketika nanti aku mati dan menjadi salah satu amalanku yang tidak pernah putus.”

Doa yang kupanjatkan ketika anak-anakku lahir:
“Ya Allah beri aku kesempatan menyekolahkan mereka di sekolah Islami yang baik meskipun mahal, beri aku rizki untuk itu ya Allah….”

Doa yang kupanjatkan ketika anak-anakku sudah mulai sekolah:
“Ya Allah….. jadikan dia murid yang baik sehingga dia dapat bermoral Islami, agar dia bisa khatam Al Quran pada usia muda.”

Doa yang kupanjatkan ketika anak-anakku sudah beranjak remaja:
“Ya Allah jadikan anakku bukan pengikut arus modernisasi yang mengkhawatirkanku. Ya Allah aku tidak ingin ia mengumbar auratnya, karena dia ibarat buah yang sedang ranum.”

Doa yang kupanjatkan ketika anak-anakku menjadi dewasa:
“Ya Allah entengkan jodohnya, berilah jodoh yang sholeh pada mereka, yang bibit, bebet, bobotnya baik dan sesuai setara dengan keluarga kami.”

Doa yang kupanjatkan ketika anakku menikah:
“Ya Allah jangan kau putuskan tali ibu & anak ini, aku takut kehilangan perhatiannya dan takut kehilangan dia karena dia akan ikut suaminya.”

Doa yang kupanjatkan ketika anakku akan melahirkan:
“Ya Allah mudah-mudahan cucuku lahir dengan selamat. Aku inginkan nama pemberianku pada cucuku, karena aku ingin memanjangkan teritoria wibawaku sebagi ibu dari ibunya cucuku.”

Ketika kupanjatkan doa-doa itu, aku membayangkan Allah tersenyum dan berkata……

“Engkau ingin suami yang baik dan sholeh sudahkah engkau sendiri baik dan sholehah?
Engkau ingin suamimu jadi imam, akankah engkau jadi makmum yang baik?”
“Engkau ingin anak yang sholehah, sudahkah itu ada padamu dan pada suamimu.
Jangan egois begitu……masak engkau ingin anak yang sholehah
hanya karena engkau ingin mereka mendoakanmu….tentu mereka menjadi sholehah utama karena-Ku, karena aturan yang mereka ikuti haruslah aturan-Ku.”

“Engkau ingin menyekolahkan anakmu di sekolah Islam, karena apa?…… prestige? …… atau….engkau tidak mau direpotkan dengan mendidik Islam padanya?
Engkau juga harus belajar, Engkau juga harus bermoral Islami,
Engkau juga harus membaca Al Quran dan berusaha mengkhatamkannya.”

“Bagaimana engkau dapat menahan anakmu tidak menebarkan pesonanya dengan mengumbar aurat, kalau engkau sebagai ibunya jengah untuk menutup aurat?
Sementara engkau tahu Aku wajibkan itu untuk keselamatan dan kehormatan umat-Ku.”

“Engkau bicara bibit, bebet, bobot untuk calon menantumu,
seolah engkau tidak percaya ayat 3 & 26 surat An Nuur dalam Al Quran-Ku.
Percayalah kalau anakmu dari bibit, bebet, bobot yang baik maka yang sepadanlah yang dia akan dapatkan.”

“Engkau hanya mengandung, melahirkan dan menyusui anakmu.
Aku yang memiliki dia saja, Aku bebaskan dia dengan kehendaknya.
Aku tetap mencintainya, meskipun dia berpaling dari-Ku, bahkan ketika dia melupakan-Ku. Aku tetap mencintainya.”

“Anakmu adalah amanahmu, cucumu adalah amanah dari anakmu,
berilah kebebasan untuk melepaskan busur anak panahnya sendiri yang menjadi amanahnya.”

Lantas…… aku malu…… dengan imajinasiku sendiri….aku malu……
aku malu akan tuntutanku…….

Maafkan aku ya Allah……lantas aku malu dengan imajinasiku sendiri.

(Ratih Sanggarwati, Gunung Geulis, 25 Desember 2002)