Friday, January 26, 2007

Menteri Pemberdayaan Perempuan Palestina: Eropa dan AS Tidak Ingin Ada Negara Islam yang Sukses

(Sumber: eramuslim.com, 22 Jan 2007)

Menteri Pemberdayaan Perempuan Palesina, Dr Mariam Soleh menyatakan, baik Hamas maupun Fatah sebenarnya sama-sama berjuang untuk melawan penjajahan di Palestina. Tapi di sana ada kelompok kecil yang berusaha menyebarkan fitnah terhadap perjuangan bangsa Palestina.

Apa sebenarnya yang terjadi di balik pertikaian Hamas-Fatah dan bagaimana tanggapan mereka soal tawaran Indonesia untuk membantu menyelesaikan konflik tersebut? Berikut bincang-bincang eramuslim dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan Palestina Dr. Mariam Soleh disela-sela acara pertemuan pertama Forum Anggota Parlemen Muslim Internasional (The International Forum for Islamist Parliamentarian/ IFIP) di Jakarta.

Menteri Luar Negeri Indonesia berencana untuk mengundang Hamas dan Fatah untuk membantu penyelesaian konflik internal antara keduanya, apakah pemerintah Palestina sudah dikontak untuk tawaran ini?

Kita menyambut baik semua undangan yang datang dari dunia internasional, untuk membicarakan bagaimana permasalahan tentang Palestina. Tetapi mengenai surat resmi yang diberikan oleh Menteri Luar Negeri Indonesia kepada Menteri Luar Negeri Palestina Mahmud Zahar saya tidak mengetahuinya.

Apa yang diharapkan oleh Palestina terhadap keterlibatan Indonesia dalam menyelesaikan ketegangan di sana?

Saya berharap Indonesia sebagai negara Islam terbesar bisa memberikan dukungan kepada Palestina, sehingga Palestina dapat menyelesaikan konflik yang terjadi. Selain itu juga seruan-seruan dari Indonesia ini sangat didengar oleh bangsa Barat dan seluruh dunia.

Menurut anda, apa yang sebenarnya terjadi antara Fatah dan Hamas, keduanya sampai sekarang masih bertikai?

Sebetulnya kami sama-sama satu perjuangan, baik Hamas maupun Fatah, untuk mengatasi penjajahan di Palestina. Tapi di sana ada kelompok kecil yang berusaha menyebarkan fitnah terhadap perjuangan bangsa Palestina. Kelompok tersebut tidak memberikan pembelaan terhadap Palestina, namun justru memberikan dukungan terhadap musuh-musuh dari Palestina.

Kami berusaha meminimalisir fitnah-fitnah ini sehingga tidak terjadi masalah yang besar di tengah bangsa Palestina. Karena pada dasarnya musuh-musuh Palestina ini berusaha untuk memecah belah perjuangan di tengah bangsa kami. Kita mengetahui Palestina ini menjadi negara yang terjajah, Palestina perlu bantuan dari berbagai negara khususnya negara yang terdekat.

Ada sekitar lima juta warga Palestina yang tinggal di luar negeri, mereka ingin kembali ke Palestina. Selain itu kami juga mempunyai sepuluh ribu anak bangsa yang terpenjara di Palestina. Kita berharap bahwa mereka bisa dikeluarkan dari penjara Israel. Karena Israel telah membuat tembok-tembok besar yang mengelilingi atau mempersempit bangsa Palestina.

Kita sama-sama mengetahui Masjidil Aqsha yang suci, ternyata bangsa Palestina tidak bisa melakukan sholat didalamnya, dan kami berharap mereka mengembalikan Masjid ini untuk bangsa Palestina, sehingga kami bisa melakukan sholat di sana.

Bangsa Yahudi telah mengusir bangsa Palestina yang berada di sekitar Masjid Al-Aqsha, untuk keluar dari sana, dan tempat itu diambil alih Israel untuk tempat tinggal mereka. Untuk itu kami harus berbuat banyak tidak boleh berhenti melakukan perjuangan untuk mengambil kembali Al-Quds.

Mengenai pertikaian Hamas dan Fatah, seberapa besar bantuan luar negeri yang diharapkan Hamas untuk mendamaikan kedua faksi itu?

Kami mendukung sekali bantuan ini, kami berharap akan ada, sehingga terjadi ishlah antara Fatah dan Hamas. Seperti juga pertikaian yang dalam keluarga antara suami isteri atau anak dengan orang tua. Ada sekelompok yang justru menginginkan pertikaian sesama bangsa Palestina, dengan merampas kekayaan kami, dan kita juga sudah mengetahui hal itu terjadi bukan saja di Palestina, bahkan antar negara Timur Tengah yang lain.

Di dalam faksi Fatah sendiri tidak semuanya buruk. Mereka sebetulnya sebuah pergerakan sama seperti kami (Hamas), sebuah pergerakan perjuangan tapi ada sekelompok kecil orang yang mengambil kesempatan bantuan dana dari AS, yang dimanfaakan untuk membunuh bangsa Palestina.

Artinya perpecahan di Palestina bukan hanya karena Fatah dan Hamas tapi karena ada kelompok lain?

Kita tahu ada pergerakan kelompok besar yakni Hamas dan Fatah, tapi setelah ada pemilu yang berkuasa Hamas, dan di tengah-tengah kelompok Fatah itu ada kelompok yang tidak puas dengan hasil pemilu yang dikuasai Hamas, sehingga melakukan aksi protes yang menyebabkan terjadinya perang di Palestina.

Ternyata peperangan di dalam ini sengaja ada yang mendanai dari pihak luar, untuk apa? Dalam rangka membuat mereka sibuk dengan peperangan ini, dan tidak bisa menyelesaikan persoalan bangsa sendiri.

Apakah kelompok kecil itu berasal dari Fatah, dan dana yang mengalir itu dari negara mana saja?

Saya tidak tahu dari mana bantuan ini, kalau anda ingin tahu tanyakan saja pada mereka. Pada dasarnya bantuan yang datang itu dari Amerika Serikat yang ingin menghabisi perjuangan bangsa Palestina, sehingga mereka disibukkan dengan bagaimana menyelesaikan peperangan dalam negeri, dan bangsa Palestina juga langsung dihadapkan musuh yang asli yaitu Israel.

Selaku pemerintah yang berkuasa apa yang sudah dilakukan oleh Hamas untuk menghentikan konflik internal yang terjadi?

Tentu kami berusaha memberikan pengertian kepada mereka, bahwa kami adalah bangsa yang sama, mempunyai persolan yang sama, harus bersatu, bahkan di antara Fatah sendiri ada yang menjabat di pemerintahan bersama-sama Hamas. Kami sendiri bangsa Palestina adalah bangsa yang intelek, sehingga fitnah-fitnah yang ada jangan terlalu diperbesar, kami sendiri Insya Allah akan bisa menghadapinya.

Apakah dalam hal ini anda melihat pertikaian antara Fatah dan Hamas ini murni berasal dari mereka sendiri atau memang ada yang mengadu domba mencoba untuk mendiskreditkan pemerintahan Hamas sehingga dianggap gagal?

Tentu saja Eropa maupun Amerika Serikat tidak menginginkan ada negara-negara Islam yang bisa sukses dan berhasil menjalankan tugasnya dalam membentuk pemerintahannya. Itulah sebabnya mengapa terjadi embargo untuk mematahkan kemampuan Hamas sehingga ingin membuktikan kepada dunia lain bahwa mereka tidak mampu memimpin pemerintahan. Dengan begini terlihat bahwa konflik antara dua faksi besar itu tidak murni dari dalam mereka sendiri, hal ini terjadi karena ada yang menginginkannya.

Apakah Hamas bersedia jika diminta berdialog dengan Israel?

Kita tahu Israel menyerahkan kepemimpinan kepada Fatah selama 15 tahun, ternyata tidak sukses juga. Israel sendiri tidak mengakui pemerintahan kami, bahkan memerangi kami. Lalu buat apa kami mau berdamai dengan orang yang tidak mengakui hak-hak kami dan bisa mendukung apa yang menjadi perjuangan kami.

Selaku Menteri Pemberdayaan Perempuan apa yang anda lakukan untuk perjuangan Palestina?

Kami di pemerintahan maupun di Parlemen berusaha untuk mengangkat harkat wanita sehingga dapat memberikan kontribusinya yang besar dibidang politik dan sosial. Kami juga bekerja sama dengan Menteri Sosial, bahkan kami membuat lembaga dan gedung khusus untuk pelatihan bagi wanita, sehingga mereka mempunyai keterampilan yang memadai untuk pemberdayaan dirinya. Seperti diketahui ada sepuluh ribu warga Palestina yang dipenjara, sehingga kaum perempuan yang menangani kebutuhan keluarga yang dipenjara.

Untuk kaum perempuan Palestina sendiri, berapa jumlahnya yang dipenjara oleh Israel?

Ada 120 orang perempuan yang dipenjara, itulah kenapa kami punya tanggung jawab memberikan pelatihan-pelatihan yang bisa memberdayakan kehidupan mereka. Bahkan kami punya janda syuhada yang menjadi tangung jawab kami.Para wanita ini membutuhkan keterampilan, pemahaman dan juga peraturan perundang-undangan sehingga mereka dapat melakukan pemberdayaan diri secara optimal. Dan kami tahu wanita tidak harus berpolitik, karena untuk meningkatkan kemampuannya mereka harus mempunyai keterampilan. (novel)

Wednesday, January 17, 2007

Memuliakan Wanita

Rabi bin Khaitsam adalah seorang pemuda yang terkenal ahli ibadah dan tidak mau mendekati tempat maksiat sedikit pun. Jika berjalan pandangannya teduh tertunduk. Meskipun masih muda, kesungguhan Rabi dalam beribadah telah diakui oleh banyak ulama dan ditulis dalam banyak kitab. Imam Abdurrahman bin Ajlan meriwayatkan bahwa Rabi bin Khaitsam pernah shalat tahajjud dengan membaca surat Al Jatsiyah. Ketika sampai pada ayat keduapuluh satu, ia menangis. Ayat itu artinya, "Apakah orang-orang yang membuat kejahatan (dosa) itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka sama dengan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka. Amat buruklah apa yang mereka sangka itu!"

Seluruh jiwa Rabi larut dalam penghayatan ayat itu. Kehidupan dan kematian orang berbuat maksiat dengan orang yang mengerjakan amal shaleh itu tidak sama! Rabi terus menangis sesenggukan dalam shalatnya. Ia mengulang-ngulang ayat itu sampai terbit fajar.

Kesalehan Rabi sering dijadikan teladan. Ibu-ibu dan orang tua sering menjadikan Rabi sebagai profil pemuda alim yang harus dicontoh oleh anak-anak mereka. Memang selain ahli ibadah, Rabi juga ramah. Wajahnya tenang dan murah senyum kepada sesama.

Namun tidak semua orang suka dengan Rabi . Ada sekelompok orang ahli maksiat yang tidak suka dengan kezuhudan Rabi . Sekelompok orang itu ingin menghancurkan Rabi . Mereka ingin mempermalukan Rabi dalam lembah kenistaan. Mereka tidak menempuh jalur kekerasan, tapi dengan cara yang halus dan licik. Ada lagi sekelompok orang yang ingin menguji sampai sejauh mana ketangguhan iman Rabi .

Dua kelompok orang itu bersekutu. Mereka menyewa seorang wanita yang sangat cantik rupanya. Warna kulit dan bentuk tubuhnya mempesona. Mereka memerintahkan wanita itu untuk menggoda Rabi agar bisa jatuh dalam lembah kenistaan. Jika wanita cantik itu bisa menaklukkan Rabi , maka ia akan mendapatkan upah yang sangat tinggi, sampai seribu dirham. Wanita itu begitu bersemangat dan yakin akan bisa membuat Rabi takluk pada pesona kecantikannya.

Tatkala malam datang, rencana jahat itu benar-benar dilaksanakan. Wanita itu berdandan sesempurna mungkin. Bulu-bulu matanya dibuat sedemikian lentiknya. Bibirnya merah basah. Ia memilih pakaian sutera yang terindah dan memakai wewangian yang merangsang. Setelah dirasa siap, ia mendatangi rumah Rabi bin Khaitsam. Ia duduk di depan pintu rumah menunggu Rabi bin Khaitsam datang dari masjid.

Suasana begitu sepi dan lenggang. Tak lama kemudian Rabi datang. Wanita itu sudah siap dengan tipu dayanya. Mula-mula ia menutupi wajahnya dan keindahan pakaiannya dengan kain hitam. Ia menyapa Rabi ,

"Assalaamu alaikum, apakah Anda punya setetes air penawar dahaga?",

"Wa alaikumussalam. Insya Allah ada. Tunggu sebentar" Jawab Rabi tenang sambil membuka pintu rumahnya. Ia lalu bergegas ke belakang mengambil air. Sejurus kemudian ia telah kembali dengan membawa secangkir air dan memberikannya pada wanita bercadar hitam.

"Bolehkah aku masuk dan duduk sebentar untuk minum. Aku tak terbiasa minum dengan berdiri," kata wanita itu sambil memegang cangkir. Rabi agak ragu, namun mempersilahkan juga setelah membuka jendela dan pintu lebar-lebar. Wanita itu lalu duduk dan minum. Usai minum wanita itu berdiri. Ia beranjak ke pintu dan menutup pintu. Sambil menyandarkan tubuhnya ke daun pintu ia membuka cadar dan kain hitam yang menutupi tubuhnya. Ia lalu merayu Rabi dengan kecantikannya.

Rabi bin Khaitsam terkejut, namun itu tak berlangsung lama. Dengan tenang dan suara berwibawa ia berkata kepada wanita itu, "Wahai saudari, Allah berfirman, "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya. \" Allah yang Maha pemurah telah menciptakan dirimu dalam bentuk yang terbaik. Apakah setelah itu kau ingin Dia melemparkanmu ke tempat yang paling rendah dan hina, yaitu neraka?!"

"Saudariku, seandainya saat ini Allah menurunkan penyakit kusta padamu. Kulit dan tubuhmu penuh borok busuk. Kecantikanmu hilang. Orang-orang jijik melihatmu. Apakah kau juga masih berani bertingkah seperti in?!"

"Saudariku, seandainya saat ini malaikat maut datang menjemputmu, apakah kau sudah siap? Apakah kau rela pada dirimu sendiri menghadap Allah dengan keadaanmu seperti ini? Apa yang akan kau katakan kepada malakaikat munkar dan nakir di kubur? Apakah kau yakin kau bisa mempertanggungjawabkan apa yang kau lakukan saat ini pada Allah di padang mahsyar kelak?!"

Suara Rabi yang mengalir di relung jiwa yang penuh cahaya iman itu menembus hati dan nurani wanita itu. Mendengar perkataan Rabi mukanya menjadi pucat pasi. Tubuhnya bergetar hebat. Air matanya meleleh. Ia langsung memakai kembali kain hitam dan cadarnya. Lalu keluar dari rumah Rabi dipenuhi rasa takut kepada Allah swt. Perkataan Rabi itu terus terngiang di telinganya dan menggedor dinding batinnya, sampai akhirnya jatuh pingsan di tengah jalan. Sejak itu ia bertobat dan berubah menjadi wanita ahli ibadah.

Orang-orang yang hendak memfitnah dan mempermalukan Rabi kaget mendengar wanita itu bertobat. Mereka mengatakan, "Malaikat apa yang menemani Rabi . Kita ingin menyeret Rabi berbuat maksiat dengan wanita cantik itu, ternyata justru Rabi yang membuat wanita itu bertobat!"

Rasa takut kepada Allah yang tertancap dalam hati wanita itu sedemikian dahsyatnya. Berbulan-bulan ia terus beribadah dan mengiba ampunan dan belas kasih Allah swt. Ia tidak memikirkan apa-apa kecuali nasibnya di akhirat. Ia terus shalat, bertasbih, berzikir dan puasa. Hingga akhirnya wanita itu wafat dalam keadaan sujud menghadap kiblat. Tubuhnya kurus kering kerontang seperti batang korma terbakar di tengah padang pasir.

Sumber : " Di Atas Sajadah Cinta. Kisah-Kisah Teladan Islami Peneguh Iman dan Penenteram Jiwa" - Habiburrahman El Shirazy

Friday, January 12, 2007

Shabina

Oleh: Ade Armando
(Sumber: Kolom Resonansi, Republika, 12 Maret 2005)

Shabina Begum menang, kita pantas bergembira. Shabina adalah seorang siswi yatim-piatu di Sekolah Menengah Denbigh di Luton, Inggris, yang pada 1 Maret lalu memenangkan perkara di pengadilan Inggris setelah bertarung selama dua tahun. Yang ia perjuangkan hanyalah hal sederhana: hak untuk mengenakan jilbab di sekolah.

Pimpinan sekolahnya menganggap Shabina bersalah karena ia melanggar ketentuan seragam sekolah yang harus dipatuhi oleh semua siswa, tanpa kecuali. Tapi, pengadilan Inggris menganggap keputusan kepala sekolah yang melarang Shabina berjilbab justru sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Pengadilan merujuk pada ketentuan Departemen Pendidikan yang menyatakan bahwa seorang siswa bisa saja mengenakan pakaian yang tidak sepenuhnya mematuhi peraturan seragam sekolah, terutama bila sikap itu diambil dengan merujuk pada aturan pakaian berdasarkan budaya, ras, atau agama yang diyakininya.

Keputusan itu tentu pantas disambut gembira oleh bukan saja masyarakat Muslim dunia, tapi juga oleh setiap individu yang percaya akan arti penting perlindungan hak asasi manusia. Departemen Pendidikan Inggris bukannya menganggap sepi ketetapan berseragam sekolah, namun mereka mengakui bahwa ada kondisi-kondisi tertentu yang memungkinkan ketetapan tersebut dilanggar, terutama ketika itu menyangkut keyakinan tertentu. Kalau saja siswa memilih mengabaikan peraturan karena pilihan mode, misalnya, masalahnya tentu lain. Tapi, Shabina berkeras karena sesuatu yang sangat mendasar dalam hidupnya: agama -- dan karena itu keputusannya berjilbab harus dilindungi.

Para hakim yang memutuskan bukan beragama Islam, dan bukan pecinta Islam. Keputusan mereka sepenuhnya objektif dan didasarkan atas keyakinan mereka akan hak asasi manusia. Dan hal ini menjadi semakin penting ketika banyak negara di dunia kini dihuni oleh masyarakat yang semakin heterogen. Dalam sebuah masyarakat homogen, hidup lebih sederhana. Kita bisa membayangkan bahwa setiap warga disosialisasikan dengan nilai, cara berpikir, atau kebiasaan yang kurang lebih sama. Harapan serupa tak pantas lagi dikenakan ketika warna masyarakat menjadi semakin beragam.

Tak semua komunitas Muslim menikmati penghargaan serupa. Di Prancis, misalnya, saat ini jilbab dinyatakan terlarang digunakan di sekolah-sekolah publik. Argumen yang dikemukakan adalah bahwa penggunaan simbol-simbol keagamaan -- tak terbatas pada jilbab -- akan mendorong tumbuhnya eksklusivisme masyarakat yang justru membahayakan kemajemukan Prancis. Namun, keputusan pengadilan itu bukannya tak memperoleh kecaman. Beragam kelompok, bukan saja kaum Muslim, menganggap pilihan tersebut sebagai bentuk nyata pengingkaran hak asasi manusia.

Kita tentu berharap bahwa di masa yang akan datang lebih banyak masyarakat yang memilih ''jalan Inggris'' daripada ''jalan Prancis''. Dan hal serupa relevan untuk dibincangkan di negara ini. Kita rasanya perlu menyadari bahwa penghargaan akan kemajemukan masih perlu dipupuk di negara ini. Sekitar dua tahun lalu, kita menyaksikan perdebatan serius tentang UU Pendidikan Nasional. Saat itu, banyak kelompok masyarakat yang menolak ketetapan dalam UU tersebut yang mengharuskan sekolah menghormati keberagaman keyakinan dengan memberikan pelajaran agama yang sesuai dengan agama anak didik. Bulan lalu, kita mendengar Sekolah Tinggi Ilmu Statistik hanya membolehkan mahasiswinya untuk menggunakan jilbab berukuran kecil.

Dan sampai saat ini, kasus-kasus kesulitan mendirikan rumah ibadat masih terdengar di banyak daerah. Kasus-kasus itu menunjukkan bahwa menghormati kemajemukan bukanlah sikap yang dengan sendirinya ada. Di Inggris sendiri, keputusan pengadilan soal Sabhina menuai banyak protes. Editorial surat kabar The Daily Mail menggambarkan bagaimana keputusan pengadilan tersebut memenangkan kaum minoritas seraya mengabaikan kepentingan kaum mayoritas. Argumen itu tentu pantas dicampakkan ke keranjang sampah. Hak asasi manusia adalah hak yang dikaruniai Allah pada setiap individu, terlepas dari ia adalah bagian dari kelompok kecil atau kelompok besar. Kita di Indonesia perlu percaya itu dan perlu memperjuangkannya di sini. Shabina menang. Semoga Allah memberkahi para hakim yang memberinya kemenangan.

Friday, January 5, 2007

Qardhawi: Tunisia Bukan Perang Melarang Jilbab Tapi Perang Melawan Allah

(Sumber: eramuslim.com, Senin, 6 Nov 06 08:56 WIB)

Ketua Persatuan Ulama Islam Internasional, Dr. Yusuf Qardhawi, mengecam tindakan represif yang dilakukan pemerintah Tunisia untuk melarang para Muslimah mengenakan jilbab dengan tudingan bahwa jilbab wanita adalah “pakaian sektarian”.

Dalam khutbah Jum’at yang disampaikannya (3/11) di masjid Umar bin Khattab di Dhoha, Qatar, ulama terkenal dunia Islam itu mengatakan, “Sesungguhnya perang yang dilancarkan oleh pemerintah Tunisia bukan perang melawan jilbab tapi perang melawan Allah dan Rasul-Nya…” Qardhawi mengaku sangat heran dan aneh dengan anggapan pemerintah Tunis bahwa memakai jilbab adalah prilaku kriminal yang harus ditindak oleh hukum.

“Mereka (para penguasa) itu tidak mengizinkan murid-murid perempuan dan mahasiswinya memakai jilbab di sekolah dan di kampus. Bahkan para pegawai perempuanpun tidak diizinkan memakai jilbab di tempat kerja. Wanita berjilbab bahkan tidak boleh dirawat di rumah sakit dan bahkan ibu-ibu yang hamil tidak boleh melahirkan anak di rumah sakit negara karena berjilbab, “ kata Qardhawi gusar. Ia meminta kaum Muslimin semua untuk tidak diam terhadap aksi represif dan aneh ini, serta segera memberi dukungan pada kaum perempuan berjilbab yang tengah mendapat tekanan dan teror.

Qardhawi menilai apa yang dilakukan pemerintah Tunisia terhadap pemakai jilbab itu adalah upaya mengeringkan sumber agama Islam dan munculnya simbol Islam di Tunis. Di sisi lain, ia menegaskan bahwa apa yang dilakukan pemerintah Tunis itu bertolak belakang dengan prinsip kebebasan yang harus ada dalam undang-undang internasional. Pakaian termasuk kebebasan individu, kebebasan beragama yang masuk dalam poin prasasti internasional, yang mengandung pembelaan terhadap HAM.

“Allah swt memerintah kaum wanita muslimah untuk menutup aurat dengan jilbab. Tapi pemerintah Tunis mengatakan pada kaum perempuan, “lepaskan jilbab kalian”, dan memancing kemarahan kaum perempuan. Mereka (penguasa Tunis) mengatakan kepada kaum perempuan, “Lucutilah pakaian kalian.”

Dalam khutbah yang juga diputar secara langsung di televisi Qatar, di hadapan ribuan jamaah shalat Jum’at, Qardhawi menegaskan bahwa jilbab bagi wanita Muslimah adalah bukan sekedar masalah kebebasan individu, namun merupakan perintah yang wajib secara syariat. (na-str/iol)