Wednesday, February 25, 2009

Kalung Fatimah

Oleh : Muhammad Bajuri
(Sumber: RoL, 25 Juni 2002)

Suatu hari, kepada Rasulullah saw datang seorang tamu ibnu sabil yang kehabisan bekal. Karena di rumahnya tidak ada sesuatu yang layak untuk diberikan, maka nabi meminta Bilal agar mengantar tamu itu ke rumah Fatimah. Di rumah putri nabi itu juga tidak ada sesuatu, maka dengan hati tulus dan ikhlas, Fatimah memberinya kalung hadiah pernikahannya dengan Ali. ''Ambillah kalung ini dan juallah! Mudah-mudahan harganya cukup memenuhi keperluanmu!'' kata Fatimah.

''Berapa hendak kamu jual kalung itu?'' tanya Ammar bin Yasir.

''Aku akan menjualnya dengan tukaran roti dan daging sekadar untuk mengenyangkan perutku, sebuah baju penutup tubuhku, dan uang satu dinar untuk menemui istriku,'' kata si tamu.

Ammar berkata, ''Baiklah, aku membeli kalung itu dengan harga 20 dinar, ditambah 200 dirham, ditambah sebuah baju, serta seekor unta agar kamu dapat menemui istrimu.''

Setelah itu Ammar berkata kepada budaknya, Asham. ''Wahai Asham, pergilah sekarang menghadap Rasulullah. Katakan bahwa aku menghadiahkan kalung ini dan juga kamu kepadanya. Jadi, mulai hari ini kamu bukan budakku lagi, tetapi budak Rasulullah.''

Ternyata Rasulullah pun berbuat sebagaimana Ammar. Ia menghadiahkan kalung itu dan juga Asham kepada Fatimah.

Fatimah sangat bahagia menerima hadiah dari ayahandanya, sekalipun dia tahu bahwa kalung ini semula memang miliknya. Dia sadar, ternyata kebaikannya yang hanya sekadar memberi kalung mendapat balasan berlebih dari Tuhan, yaitu dengan ditambah seorang budak. Lalu Fatimah berkata kepada Asham, ''Wahai Asham, kamu sekarang bebas dari perbudakan dan menjadi manusia merdeka, aku melakukan semua ini karena Allah semata.''
''Mengapa kamu tertawa seperti itu,'' tanya Fatimah yang merasa heran melihat Asham tertawa terbahak-bahak.

''Aku tertawa karena kagum dan takjub akan berkah kalung yang beriwayat ini. Ia telah mengeyangkan orang yang lapar. Ia telah menutup tubuh orang yang telanjang. Ia telah memenuhi hajat seorang yang fakir dan akhirnya ia telah membebaskan seorang budak,'' jawab Asham.

Rasulullah bersabda, ''Siapa saja yang ingin doanya dikabulkan dan kesusahannya dihilangkan, maka bantulah orang yang sedang kesulitan.'' (HR Ibnu Abi ad-Dunya)

Wallahu'alam bis shawab.

Friday, February 20, 2009

Taman Perdamaian

oleh: Miranda Risang Ayu*

All the love we come to know in life springs from the love we knew as children - Pepatah Denmark -

Saat itu menjelang akhir tahun 1988. Anak-anak kampung tetangga bermajelis seperti biasa di rumah saya yang terletak di pinggiran cekungan kota Bandung. Televisi tidak menyala. Koran-koran masuk laci dan bagi mereka, biar pun lusuh, cuma boleh cerita-cerita pastel yang termuat dalam buku-buku dongeng. Syukurlah temaram sore hanya meneteskan gerimis biasa, bukan air mata, apalagi darah. Anak-anak itu berlari ke serambi samping dan tersenyum kepada lampu-lampu kota Bandung nun di bawah sana yang mulai menyala, seperti mereka tersenyum kepada kunang-kunang yang masih hidup satu-dua ekor tidak jauh dari tempat mereka berdiri.

Mungkin sebetulnya, lampu-lampu itu tidak bercerita tentang cahaya, tetapi tentang api kepanikan sebagian warga kota yang rumahnya mulai tergenang curahan hujan. Mungkin juga, cahaya-cahaya itu tengah mempersaksikan gelap pakaian puluhan demonstran yang mengarak keranda pernyataan duka cita dalam kegalauan reformasi. Dari televisi atau radio, mungkin juga anak-anak ini sudah tahu bahwa tengah terjadi perubahan besar di tanah air tempat mereka dilahirkan, yang meminta korban.

Dengan mata bulat bening, salah seorang di antara mereka pun pernah bertanya, "Ribut-ribut di televisi itu di mana? Di Jakarta? Jakarta itu di mana? Di alun-alun?"

Dan dengan kerusuhan yang sejenak menyesak di balik dada, saya hanya menjawab, "Bukan. Bukan di alun-alun. Jakarta itu jauh sekali dari sini. Di luar kota ini."

Boleh jadi, saya sedang memanipulasi sebuah informasi tentang reformasi di hadapan mereka. Tetapi, anak-anak ini berhak atas dunia bermain yang bebas dari segala kelemahan orang dewasa. Menjelang malam pun, cahaya yang bersahaja masih berbinar pada mata mereka. Maka, maafkan bila saya tidak ingin ada air mata luka di sana.

"Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur, sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri, ..." (QS Luqman: 12).

Saya tidak tahu, apakah saat sadar kegalauan adalah saat yang tepat untuk bersyukur. Tetapi bagi anak-anak, berkumpul, bermain dan belajar tidaklah berdasarkan alasan-alasan yang rumit selain untuk menikmati dan belajar dari dalamnya. Berkumpul, bermain dan belajar anak-anak tidak beralaskan apa-apa, kecuali berdasarkan nama-Nya Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang sesungguhnya bergema dari mana saja; dari malam, lampu kota, kunang-kunang, buku-buku dongeng, keceriaan, hingga kesahajaan diri mereka sendiri.

Adzan berkumandang melenyapkan ruang dan waktu. Bangun semua untuk shalat magrib berjama'ah. Kemudian, anak-anak itu duduk melingkar di hadapan sebuah tampah berisi aneka buah. Beberapa bilah pisau dapur kecil tersedia untuk mengiris dan mengukir buah-buahan.

Saya kira mereka akan mulai membuat kegaduhan yang manis dengan spontan, seperti biasanya. Tetapi ternyata tidak. Seorang kawan penyayang anak mulai memancing ide anak-anak itu tentang suasana yang akan dibangun.

"Ceritanya, sedang di mana kita ?"

"Sedang di dalam taman," sahut anak-anak itu. Dan taman imajiner pun tercipta.

Tetapi mereka kemudian membeku lagi. Beberapa detik hati saya jadi terganggu oleh kekhawatiran efek buruk reformasi yang jangan-jangan sudah menjadi monster betulan dan menembus ruang bermain anak-anak ini.

"Saya sedang musuhan, Bu," tiba-tiba anak kandung saya berusia lima tahun angkat bicara. Sejenak belasan wajah kecil di sampingnya menegang. Dengan sedikit kata pancingan, unjuk rasa pun dimulai.

Dalam taman-tamanan itu, di hadapan tampah berisi buah warna-warni dan aneka pisau dapur, setiap anak menceritakan perasaan negatifnya masing-masing. Ada yang sedang bermusuhan dengan teman yang duduk di depannya. Itulah sebabnya mereka selalu saling memalingkan muka. Keceriaan bermain mereka, beberapa hari sebelumnya, terpeleset ke dalam saling goda dan saling ejek. Ada juga beberapa anak yang sampai enggan datang malam itu, karena yang satu tinggal di rumah tembok sedang yang lain tinggal di rumah bambu. Uniknya, ada seorang anak yang bermusuhan dengan anak lain tidak dengan alasan apa pun selain karena ibu musuhnya, eh maksud saya, ibu kawannya itu, telah lama bermusuhan dengan ibu kandungnya.

Luka di atas kepolosan tentu amat nyata merahnya. Hanya pada anak-anak, mereka sering tidak tahu, kenapa. Kata-kata penghiburan terkadang jadi tidak banyak artinya. Jabatan tangan pun dilakukan masih sambil saling memalingkan muka. Ternyata, ada sisi diri anak-anak yang sama dengan semua manusia dewasa, yakni, harga diri.

"Kita semua anak-anak yang baik, kan?" tanya saya akhirnya, terpaksa mulai berideologi. "Hanya, sedang ada yang sedih dan kecewa di antara kita. Mungkin karena kita tidak sengaja saling menyakiti. Tidak sengaja, kan?"

Anak-anak diam sejenak, lalu menggeleng-geleng.

"Kita di sini sebetulnya kepingin sakit atau main senang-senang? "

"Kepingin main senang-senang!" jawab anak-anak serentak.

Tampah berisi aneka buah dan benda tajam pun berkilat memancarkan makna kehadirannya.

"Buah-buahan ini sama atau beda-beda?"

"Beda-beda!"

"Buah-buahan dan garpu-pisau sama atau beda?"

"Beda!"

"Koq mereka bisa diam tenang sama-sama di dalam tampah ya? Indah lagi susunannya .... "

Dan anak-anak diam betulan. Saya pun jadi ikut terdiam. Tanpa kata manusia, di hadapan setampah buah-buahan. Semua benda mati itu memang telah bersenang-senang jauh sebelum seorang manusia dewasa yang angkuh seperti saya sadar, betapa kudus sesungguhnya kesenangan bertasbih dalam keseluruhan semesta alam. Dan senyum anak-anak pun mulai semburat seperti mata air mengalir.

Malam bergulir pada tangan anak-anak. Ada perahu, rumah sampai batu-batuan dari buah pepaya. Ada taman biji konyal. Ada bangku buah pisang. Ada maket buah-buahan yang indah dipandang, enak dimakan dan bersahaja untuk dikenang.

Seorang anak tiba-tiba bertanya,

"Bu, buah-buahannya kesakitan nggak kalau diiris pisau?"

Saya balik bertanya,

"Dia diiris dengan basmalah, dengan hati-hati dan rasa sayang, nggak?"

"Ya iya."

"Ya buah-buahan itu nggak sakit dong. Dia ikhlas. Dia tahu dia dibuat Tuhan untuk kita. Dan kita pun makan dia untuk bisa membuat perahu, rumah dan taman yang banyak dan bagus-bagus buat siapa saja. Supaya semua bisa berkata: alhamdulillah."

Akhirnya, sebuah pertanyaan lagi meluncur dari bibir semesta seorang anak,

"Bu, ikhlas itu apa sih? "

Terpaksa, jawaban seorang sufi harus saya sitir untuk memaafkan ketidaktahuan saya.

"Kata orang pintar, ikhlas itu seperti pisau dan buah-buahan ini: tidak berontak. "

Malam turun dan anak-anak pulang. Mereka akan datang lagi esok hari, untuk menanam biji-bijian sisa buah-buahan yang telah bermain bersama mereka malam itu. Mungkin di kebun rumah saya, di kebun mereka, atau di tepi jalan. Ditinggal oleh kepolosan anak-anak itu, saya jadi berpikir, adakah sebuah sistem politik yang bernama sistem politik untuk memberi, seperti setampah pisau dan buah-buahan dalam taman imajiner ini, dengan tangan-tangan yang membongkar dan membangun dengan kasih sayang? Rindu saya, kepada pepohonan buah-buahan dan anak-anak, yang tidak pernah menyimpan prasangka buruk dalam tasbihnya.·

* Ibu rumah tangga, tinggal di Bandung

(Sumber: http://www.hidayatullah.com/sahid/9812/kolom.htm)

Tuesday, February 17, 2009

Istri Impian

Oleh: H.N. Dewantara

Sumber: Warnaislam.com, Senin, 16 Februari 2009 11:00

Semalam ada film menarik di salah satu stasiun tivi, judulnya "Stepford Wives". Isinya tentang sebuah komunitas di perumahan Stepford dimana istri-istri mereka semua 'sangat ideal' menurut impian suami seorang Amerika. Saya suka nonton film ini karena.. justru kisah dibalik impian itu yang seru.

* * *

Digambarkan bahwa seorang istri ideal adalah istri yang gemar membereskan rumah, selalu terlihat cantik, wangi dan ceria. Penurut dan tidak pernah mempertanyakan ke mana suaminya pergi. Selalu menyambut suaminya pulang, anak-anak mereka terawat dengan rapi dan bersih. Serta beberapa poin yang digambarkan dalam film itu seperti istri-istrinya cerdas tapi tidak punya otak, 'memuaskan' dalam segala hal dan soal cinta? Ini poin terakhir yang justru bukan poin penting.

Saya senyum-senyum kalau nonton film ini (yang sudah kesekian kalinya).
Antara istri ideal dan istri impian

Tahun lalu saya sudah pernah menuliskan tentang percakapan dua orang istri dalam bis yang saya tumpangi saat menuju kantor. Dan kali ini dari film yang notabene bercerita tentang gambaran ideal Amerika tentang istri-istri mereka, tampaknya menarik juga untuk dibahas.

Menurut mereka istri ideal adalah seperti yang sudah saya ceritakan di atas tadi. Dan tiba-tiba saya teringat dengan FDA, seorang perempuan keturunan Dayak yang sangat kepingin jadi jadi perempuan Jawa. Hal ini karena bagi dia perempuan Jawa itu adalah gambaran seorang istri yang sangat ideal. Kurang lebih mirip dengan kriteria 'istri ideal' dalam gambaran film tersebut.

Tapi, seperti kebanyakan perempuan dimanapun di dunia ini, cinta tetap nomor satu. Bagaimana mungkin seorang perempuan rela mengorbankan dirinya dan karirnya untuk mengikuti kemana saja suaminya jikalau bukan atas dasar cinta?

Bahkan seperti dalam tradisi di Jepang jaman dulu, walau suaminya pulang dalam keadaan mabuk karena habis minum-minum dengan rekan-rekannya, mereka tetap menyambut suaminya, membukakan sepatunya, menggantikan bajunya dengan baju tidur dan setelah itu ditinggal ngorok suaminya yang sudah 'terbang' ke alam mimpi akibat pengaruh minuman sake.

Dan.. ini belum cerita soal istri-istri yang dipoligami.. Wah, bisa tambah panjang deh pembahasannya..
Cerita dibalik istri impian

Saat dua pertiga film itu, barulah ketahuan seperti apa ternyata dibalik keidealan para istri-itri itu. Ternyata adalah seorang ahli genetika dan juga sibernetika dimana dia bukan cuma telah menjadi para istri yang tinggal di Stepford itu seperti robot yang menurut saja segala kemauan suami, tapi dia juga merekayasa robot untuk menjadi suami impiannya.

Lho, memang suaminya sendiri kemana?

Suaminya, yang melihat bahwa istrinya adalah seorang 'wonder woman', seorang 'supergirl', yang bisa segalanya, gajinya lebih besar, lebih pintar darinya, punya kekuasaan, malah merasa bahwa dia hanyalah 'suami status'.

Istilah jawanya, 'suami tandonan' atau suami serep, suami cadangan.

Dan apa yang terjadi? Bukan bangga dan bahagia punya istri yang 'serba lebih' begitu. Malahan akhirnya dia memilih asisten istrinya yang cerdas dan cantik serta lebih 'menggairahkan' dibanding istrinya yang selalu sibuk dan penuh dengan pikiran. Tapi tetap cantik sih.. dan kelewat cerdas.

Akhirnya, karena dia sangat mengidamkan punya suami yang ideal menurut dia, yang tidak pernah selingkuh, selalu setia dan sayang padanya, dari pada susah-susah mencari satu di antara seribu atau mungkin malah sejuta yang seperti itu, dia bikin saja robot yang bisa dia program sesuai dengan keinginannya. Lalu dengan kecanggihan teknologi, bisa dibuat semirip mungkin sehingga manusia pun menganggap dia adalah manusia juga.

Gampang kan?

Lalu, karena dia merasa 'bersalah' telah mengabaikan suaminya sehingga suami aslinya malah kabur dengan asistennya, dia terapkan teknologi pengendali otak bagi para istri-istri hebat.

Maksudnya, yang datang ke perumahan itu tadinya adalah pasangan suami istri dimana istrinya memegang tampuk tertinggi suatu perusahaan dan suaminya hanya seorang pegawai rendahan atau tidak setinggi istrinya.

Lalu si suami merasa bahwa dirinya telah diabaikan oleh istrinya yang karena sibuk dengan pekerjaannya, jadi tidak bisa dimintai 'sedikit' saja kasih sayangnya.

Memang benar sih, sebetulnya para suami tidaklah butuh seorang perempuan yang 'serba segalanya'. Yang mereka butuhkan seperti yang tertuang dalam Quran, yaitu qurrota a'yun atau 'menyenangkan mata'.

Begitu pulang, suami disambut dengan wajah berseri, sudah wangi dan penuh keceriaan. Bukan apa-apa, pastilah sepulang kerja badan penat dan penuh pikiran bisa membuat suasana jadi kacau bila pulang mendapatkan istri yang.. 'kacau' juga dalam penampilan.

First look is important kata orang bule sana. Dan saya setuju itu. Begitu pula Mamah Dedeh (tau kan?)

Dan hal-hal yang seperti itu yang menimbulkan rasa cinta, yang lalu berimplikasi dengan mudahnya 'dana taktis' mengalir dari kocek suami.

Bukan saya mengajarkan para istri jadi materialistis, tapi memang wajarlah istri jadi 'cewe matre' sama suami sendiri. Toh bukan sama suami orang lain, ya kan?

Bukan begitu, sodare-sodare?

Trims sudah membacanya..

Monday, February 9, 2009

Kemantapan Hati Untuk Memakai Jilbab

(Sumber: www.syariahonline.com)

Pertanyaan:

Assalammualakum wr.wb.
Pak Ustadz, saya hamba Allah yang saat lagi bingung dan masih ada sedikit keraguan didalam hati kecil saya untuk memakai Jilbab. Alhamdulilah saya hingga saat ini masih memakai Jilbab, kira-kira 1 bulanan ini saya baru memakai Jilbab cuma kok kenapa ya Ustadz timbul keraguan dan ingin melepas Jilbab lagi padahal Insyaallah saya sudah niat dan mantep untuk menggunakan Jilbab selamanya. Disamping itu juga saya belajar untuk lebih mengerti dan mempelajari agama Islam apalagi suami saya juga sangat mendukung saya untuk selalu memakai Jilbab, dan selalu mengajak saya untuk shaolat berjama'ah dan mengajai sampai-sampai suami saya selalu membelikan pakaian muslim, buku-buku agama dan bahkan Jilbab juga suami saya belikan buat saya. Yang jadi pertanyaan saya. Mengapa hati dan perasaan saya saat ini jadi berubah dan ada sedikit rasa ragu keraguan padahal sebelum saya memakai Jilbab niat saya dan keinginan saya untuk memakai Jilbab sangatlah besar mana lagi sang suami sangat mendukung. Apakah saya harus trus berjuang untuk tetep memakai Jilbab apapun alasannya,atau dengan kata lain walaupun terpaksa hanya karena demi membahagiakan suami, saya harus tetep memakai Jilbab. Tapi saya takut kalo sangat berdosa karena saya memakai Jilbab hanya demi seseorang seolah-olah saya mempermainkan Agama. Saya mohon penjelasan Ustadz masalah ini karena jujur saja beberapa hari ini saya jadi bingung dan merasa tidak nyaman kalo trus memakai Jilbab hanya karena terpaksa. Apalagi saat ini bulan ramadhan dan Insyaallah saat ini saya masih menjalankan Puasa dan sholat. Atas jawaban Ustadz saya ucapkan banyak terima kasih dan saya berharap jawaban ini jangan dimuat tapi bisa dialamatkan ke email saya.

Wassalammualaikum wr.wb.

Diniek Anggraini
Yogykarta


Jawaban:

Assalamu `alaikum Wr. Wb.

Al-Hamdulillahi Rabbil `Alamin, Washshalatu Wassalamu `Alaa Sayyidil Mursalin, Wa `Alaa `Aalihi Waashabihi Ajma`in, Wa Ba`d,

Ketahuilah bahwa rasa ragu dan ketidaktetapan yang bergejolak di hati Anda merupakan bisikan syetan. Syetan sekarang ini sedang berjuang mati-matian untuk menghembuskan rasa ragu dan syak ke dalam hati Anda. Dia membuat Anda menjadi gamang dan bingung dalam melangkahkan kaki ke dalam sinar cahaya dari Allah SWT.

Karena itu segeralah beristighfar, sucikan diri dan hati, datangilah orang-orang yang shalih dan mintalah petunjuk dan nasihat mereka. Perbanyaklah mengingat dosa dan amal buruk yang selama ini sudah Anda lakukan, lalu bayangkan bagaimana Anda harus mempertanggung-jawabkan semua itu kelak di akhirat.

"Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun?" (QS. Al-Hadid : 16)

Apakah sampai saat ini Anda masih tetap ingin menumpuk dosa dan menjalankan maksiat sementara lingkungan sekeliling Anda sudah menunjukkan jalan yang lurus terbentang di depan Anda.

"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata." (QS. Al-Ahzab : 36)

Seharusnya Anda bersyukur punya suami yang memberikan jalan untuk Anda menutup aurat. Apalagi beliau sudah membelikan pakaian penutup yang sangat sopan dan baik itu. Lalu kalau di hati Anda masih ada keraguan, ketahuilah di dalam hati Anda itu ada syetan yang bercokol. Dia tidak akan mengizinkan Anda untuk menjalankan agama Allah SWT, lalu meniupkan serangkaian rasa ragu ke dalam dada Anda.

'Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan ke dalam dada manusia, dari jin dan manusia."' (QS. An-Naas : 1-6)

Yang harus Anda lakukan sekarang ini adalah mengusir syetan itu dan musuhilah dia, karena dia adalah musuh.

"Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh, karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala." (QS. Fathir : 6)

Sekarang segeralah mantapkan hati Anda. Jalan di depan Anda sudah benar, tinggal apakah Anda mau melangkah saat ini atau masih mau menunda-nundanya lagi. Bukankah kita semua tidak tahu bahwa ajal itu bisa datang kapan saja?

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

Wednesday, February 4, 2009

Yang Menutupi Mata Hati

(sumber: sebuah milis)

Ada lima yang menutupi mata hati manusia. Kelima hal itu dilakukan manusia dalam kesadaran penuh, hanya saja manusia tidak mampu menghindar darinya bahkan melakukannya secara kolektif. Kecuali, bagi manusia yang telah mendidik jiwanya dengan sifat dan sikap ikhlas.

Pertama, selalu memperturutkan hawa nafsu.
Hawa nafsu telah mendorong untuk melakukan semua yang dilarang Allah. "Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, dan sesungguhnya mereka menyaksikan (sendiri) keingkarannya, dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta. Maka, apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada." (QS al-'Aadiyaat: 6-10). Dalam kondisi batin manusia seperti ini penting kiranya diobati dengan senantiasa beristigfar, berzikir kepada Allah.

Kedua, cinta dunia dan takut mati.
Ujian bagi kaum Muslimin mengenai hal ini tergambar dalam surat Ali-Imran: 142. Pada waktu itu pasukan pemanah yang telah ditempatkan Nabi di atas bukit tergoda hatinya oleh harta dunia yang berserakan di bawah sehingga mereka meninggalkan tugas dari Nabi. Mereka akhirnya luluh-lantah. Saat ini fragmen serupa tapi tak sama senantiasa berulang dan terjadi menerpa manusia. Sebetulnya dengan terus-menerus melakukan zikir, maka manusia akan sampai pada pola hidup zuhud; suatu sikap yang menganggap bahwa dunia harus dikuasai bukan dunia yang menguasai manusia. Seorang yang zuhud tak lagi berambisi terhadap dunia, tidak cinta dunia, dan tak takut mati.

Ketiga, setan.
Manusia yang dikuasai setan pandai sekali menghiasi perbuatan buruk dengan menjadi (seolah-olah) baik. Ia hipokrit tulen. Tabiat setan ini bisa diredam dengan mendekatkan diri kepada Allah.

Keempat, tabiat buruk.
Ini merupakan suatu perbuatan yang memang sudah menjadi tabiat (kebiasaan) dan telah mentradisi dalam individu maupun masyarakat. Untuk meruntuhkan tabiat buruk tersebut, lagi-lagi dibutuhkan zikir yang banyak kepada Allah. Kelak zikir akan menukar tabiat buruk menjadi tabiat baik.

Kelima, dosa.
Manusia diperintahkan untuk beristighfar, memohon ampun kepada Allah (QS Nuh: 10-12). Dosa kita selama ini telah menghalangi turunnya musim yang teratur, rezeki yang merata, anak-anak yang saleh, dan kesejukan dan keharmonisan hidup antarsesama. Ampunan dan pertolongan Allah pasti akan datang jika kita memintanya (QS Al-Baqarah: 186). Karena itu, marilah kita bersama-sama memohon ampun kepada Allah ihwal perbuatan khilaf dan dosa yang selama ini kita lakukan.

Mudah-mudahan Allah menyelamatkan negeri ini dari keterpurukan berkepanjangan dan kenistaan tak bertepi. Pun Allah buka mata hati kita hingga mampu menangkap realitas absolut dan gerak-Nya. Amin.