Saturday, December 3, 2005

Doa Imajiner (Ratih Sang)

Doa yang kupanjatkan ketika selesai menikah:
“Ya Allah beri aku anak yang sholeh dan sholehah, agar mereka dapat mendoakanku ketika nanti aku mati dan menjadi salah satu amalanku yang tidak pernah putus.”

Doa yang kupanjatkan ketika anak-anakku lahir:
“Ya Allah beri aku kesempatan menyekolahkan mereka di sekolah Islami yang baik meskipun mahal, beri aku rizki untuk itu ya Allah….”

Doa yang kupanjatkan ketika anak-anakku sudah mulai sekolah:
“Ya Allah….. jadikan dia murid yang baik sehingga dia dapat bermoral Islami, agar dia bisa khatam Al Quran pada usia muda.”

Doa yang kupanjatkan ketika anak-anakku sudah beranjak remaja:
“Ya Allah jadikan anakku bukan pengikut arus modernisasi yang mengkhawatirkanku. Ya Allah aku tidak ingin ia mengumbar auratnya, karena dia ibarat buah yang sedang ranum.”

Doa yang kupanjatkan ketika anak-anakku menjadi dewasa:
“Ya Allah entengkan jodohnya, berilah jodoh yang sholeh pada mereka, yang bibit, bebet, bobotnya baik dan sesuai setara dengan keluarga kami.”

Doa yang kupanjatkan ketika anakku menikah:
“Ya Allah jangan kau putuskan tali ibu & anak ini, aku takut kehilangan perhatiannya dan takut kehilangan dia karena dia akan ikut suaminya.”

Doa yang kupanjatkan ketika anakku akan melahirkan:
“Ya Allah mudah-mudahan cucuku lahir dengan selamat. Aku inginkan nama pemberianku pada cucuku, karena aku ingin memanjangkan teritoria wibawaku sebagi ibu dari ibunya cucuku.”

Ketika kupanjatkan doa-doa itu, aku membayangkan Allah tersenyum dan berkata……

“Engkau ingin suami yang baik dan sholeh sudahkah engkau sendiri baik dan sholehah?
Engkau ingin suamimu jadi imam, akankah engkau jadi makmum yang baik?”
“Engkau ingin anak yang sholehah, sudahkah itu ada padamu dan pada suamimu.
Jangan egois begitu……masak engkau ingin anak yang sholehah
hanya karena engkau ingin mereka mendoakanmu….tentu mereka menjadi sholehah utama karena-Ku, karena aturan yang mereka ikuti haruslah aturan-Ku.”

“Engkau ingin menyekolahkan anakmu di sekolah Islam, karena apa?…… prestige? …… atau….engkau tidak mau direpotkan dengan mendidik Islam padanya?
Engkau juga harus belajar, Engkau juga harus bermoral Islami,
Engkau juga harus membaca Al Quran dan berusaha mengkhatamkannya.”

“Bagaimana engkau dapat menahan anakmu tidak menebarkan pesonanya dengan mengumbar aurat, kalau engkau sebagai ibunya jengah untuk menutup aurat?
Sementara engkau tahu Aku wajibkan itu untuk keselamatan dan kehormatan umat-Ku.”

“Engkau bicara bibit, bebet, bobot untuk calon menantumu,
seolah engkau tidak percaya ayat 3 & 26 surat An Nuur dalam Al Quran-Ku.
Percayalah kalau anakmu dari bibit, bebet, bobot yang baik maka yang sepadanlah yang dia akan dapatkan.”

“Engkau hanya mengandung, melahirkan dan menyusui anakmu.
Aku yang memiliki dia saja, Aku bebaskan dia dengan kehendaknya.
Aku tetap mencintainya, meskipun dia berpaling dari-Ku, bahkan ketika dia melupakan-Ku. Aku tetap mencintainya.”

“Anakmu adalah amanahmu, cucumu adalah amanah dari anakmu,
berilah kebebasan untuk melepaskan busur anak panahnya sendiri yang menjadi amanahnya.”

Lantas…… aku malu…… dengan imajinasiku sendiri….aku malu……
aku malu akan tuntutanku…….

Maafkan aku ya Allah……lantas aku malu dengan imajinasiku sendiri.

(Ratih Sanggarwati, Gunung Geulis, 25 Desember 2002)

3 comments:

Ida Putra said...

Assalamu'alaikum
puisi ini menggelitik saya. tapi wajar kah kita berdoa seperti dalam puisi teh Ratih Sang?. tapi mungkin juga benar seperti yang diungkapkan teh Ratih :D

Anonymous said...

yuliana...
Assalamu'alaikum
puisi ini cocok tuk qt renungan, Teh Ratih...terkadang dalam doa saya, saya hanya bisa berdiam diri dan beristiqfar, terlalu banyak tuntutan dan permintaan saya,saya kembalikan pada diri saya..Ya Allah Ampunilah hamba..

Anonymous said...

Doa dan usaha emang harus beriringan.
Berharap kebaikan tentu dengan menebar kemaslahatan