Sri 'Cici Tegal' Wahyuningsing
Belajar dari Jenazah Korban Tsunami
(Sumber: Republika Online)
Orang bijak berkata, undzur maa qoola wala tandzur man qoola; lihatlah apa yang dikatakan dan jangan lihat siapa yang berkata. Seseorang bisa belajar dari siapa pun tanpa harus melihat statusnya. Sri Wahyuningsih yang lebih akrab disapa Cici Tegal, justru belajar dari sesosok jenazah korban tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) akhir tahun lalu.
Ceritanya, persis di hari ketiga setelah terjadinya tsunami, tepatnya Rabu (29/12), bersama Mediana Hutomo dan Cheche Kirani, Cici berangkat ke NAD. Mereka menyusuri jalan-jalan di Aceh menjangkau lokasi pengungsian. Mereka berjalan di antara mayat-mayat yang masih berserakan.
Di antara tumpukan mayat itu, kata Cici, ada satu mayat perempuan cantik yang sudah telanjang yang tertinggal hanya pakaian dalamnya saja, dekat mal. Kulitnya mulus. Pakaian dalamnya seragam, satu setel. ''Dalam pikiran saya perempuan ini pasti orang kaya, pasti tubuhnya terawat, pasti dia sering ke salon, mayat ini dekat mal, pasti dia lagi jalan-jalan. Tapi yang membuat saya lebih terketuk lagi, ini orang pasti nggak sadar ajalnya di situ. Dan saya pun berpikir, saya pun pasti bisa seperti ini. Ajal itu kita nggak tahu kapan datang. Dari situ sayaketakutan setengah mati,'' ungkap putri tunggal pasangan Ahmad Sutara (almarhum) dengan Upi Supirah Sudarwati kepada Republika, Rabu (27/4) dini hari.
Cici sendiri sebenarnya mengaku sejak lama dirinya merasa 'telanjang', padahal sekian banyak teman artis sudah berjilbab. ''Terus terang saya sering gelisah. Ibaratnya saya masih telanjang sementara orang sudah menutup aurat. Seharusnya yang benar itu benar-benar menutup aurat,'' ujarnya.
Perenungannya itu mengental jika malam semakin larut. ''Kalau malam saya tidak bisa tidur, saya mengaji dan shalat. Saya bisa menutup aurat tapi kalau ke luar saya buka lagi.''
Ia mulai membatin, kalau terjadi apa-apa dengan dirinya, sementara ia dalam kondisi tidak menutup aurat, bagaimana ia mempertanggungjawabkannya di depan Allah? ''Itu selama bertahun-tahun saya mengalami kegelisahan. Dan, puncaknya pas menyaksikan mayat perempuan cantik di dekat mal di Aceh itu,'' tambah komedian yang mengawali debutnya saat digandeng Bagito Group dan Srimulat ini.
Begitu pulang dari Aceh, ia bertekad segera mengenakan jilbab. Hanya ada satu pertanyaan yang menganjal. ''Ya Allah sekarang saya ingin pakai jilbab untuk mengikuti perintah-Mu. Tapi saya ingin tahu dulu kebesaran-Mu kalau saya pakai jilbab,'' batin Cici seraya berharap petunjuk dari Allah agar hatinya mantap.
Hanya berselang berapa hari, Allah memberikan petunjuk yang amat nyata. ''Saya mendapat telepon dari Dedi Mizwar yang ingin membuat sinetron Ramadhan. Dedi bilang dari pada mencari orang yang dijilbabin mendingan cari orang yang sudah pakai jilbab beneran. Akhirnya Bang Dedi menawarkan saya untuk main dalam sinetronnya.''
Ia melihat tawaran Dedi Mizwar adalah jawaban Allah untuk pertanyaannya. ''Mungkin Allah membaca ketakutan saya, takut nggak pakai jilbab di satu sisi dan takut nggak dapat job karena saya berjilbab,'' tambahnya.
Tak lama setelah itu, seorang sutradara menelepon dan memintanya untuk main dalam cerita komedi dengan figur dirinya sebagai orang yang berjilbab tapi masih tetap lucu. Ceritanya berjudul Pondok Mpok Kokom. ''Sudah shooting, tapi belum tayang,'' jelasnya.
Anehnya, kata mantan karyawati sebuah bank ini, justru setelah dirinya memutuskan untuk memakai jilbab, banyak tawaran yang datang kepadanya. Dia juga mendapat banyak dukungan dari rekan-rekannya. ''Intinya, hidup ini jangan takut miskin, justru kalau kita lebih taat, Allah malah kasih lebih banyak. Saya belum kepikiran sama sekali.''
Ia pun belakangan ini kebanjiran undangan, walaupun sekadar mendampingi seorang ustadz dalam sebuah pengajian seperti yang terjadi di Padang Sumatera Barat belum lama ini. Waktu itu, tema ceramahnya tentang kampanye anti-togel (judi toto gelap-red). Dasar komedian, ia menyeletuk, ''Jangan salah jadi Cici Togel, ya.'' Hadirin pun terbahak-bahak.
Setelah empat bulan berjilbab, Cici makin sadar Allah baik sekali pada dirinya. Selain telah menolongnya dari kejahiliyahan (kebodohan-red), secara ekonomi dia juga menerima lebih.
Ia juga belajar menekuni jalan dakwah. ''Ceramah yang memaki-maki seseorang, ini bukan zamannya lagi. Nah pada saat saya bicara di hadapan orang banyak juga begitu, dengan santai, bercanda, humor, dan bukan menggurui tapi lebih bercerita pengalaman hidup saya. Mudah-mudahan ini jadi petunjuk,'' ungkapnya.
Cici sendiri mengaku, sebenarnya soal berjilbab bukan hal baru bagi dirinya. Sejak di SMA 1 Budi Utomo Jakarta Pusat tahun 1980-an, ia sudah berjilbab. Hanya waktu itu masih sembunyi-sembunyi. Tak ada orang yang mendukung, termasuk keluarganya. Setelah bergaul dengan sejumlah artis seperti Ineke Koesherawati, Astri Ivo, Mediana Hutomo, dan Cheche Kirani yang aktif menjadi anggota Jamaah Pengajian Syamsurizal Menteng Jakarta Pusat, keyakinannya pun makin mantap.
Yang membuatnya salut dengan mereka, ilmu yang diajarkan selama mengaji diterapkan betul-betul. ''Saya melihat pergaulan mereka itu memang pergaulan anak-anak pengajian bener, dalam arti kata, tingkah laku mereka sangat terjaga,'' ujarnya.
Mereka juga pantang bergunjing. ''Ngomongin orang itu ghibah, dan dilarang agama. Kalau salah satu dari kita terpeleset membicarakan orang, pasti akan ada yang mengingatkan,'' ungkap Cici menambahkan.
Sri Wahyuningsih
Nama panggilan : Cici Tegal
Tanggal Lahir : Jakarta, Desember 1961
Ayah : Ahmad Sutara (almarhum)
Ibu : Upi Supirah Sudarwati
Film Layar Lebar : Cinta 24 Karat
---
Saturday, April 30, 2005
Cici Tegal: Belajar dari Jenazah Korban Tsunami
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment