Tuesday, October 10, 2006

Menghadapi Ortu Yang Menentang Hijab (Jilbab)

(Sumber: www.eramuslim.com)

Pertanyaan

Assalaamu'alaikum Wr. Wb.

Saudara saya seorang akhwat, dia punya masalah dengan keluarganya yaitu dimana keluarganya tidak setuju kalau dia untuk berhijab. Keluarganya menginginkan anaknya itu tidak terlalu fanatik terhadap agama. Saudara saya ini tidak ada yang mendukung baik dari dalam keluarga maupun dalam lingkungan sekitar. Dan yang mengetahuinya hanya segelintir orang yaitu orang-orang terdekatnya termasuk saya.

Yang saya mau tanyakan apakah dia harus menuruti perkataan kedua orangtuanya atau harus menentangnya? Dan seandainya harus menentang bagaimana caranya?

Wassalaamu'alaikum Wr. Wb.
Muslimah


Jawaban

Assalaamu'alaikum Wr Wb,
Tak disangka dizaman sekarang masih ada orang tua yang hidup di Indonesia setelah reformasi masih ada yang menentang anaknya berjilbab!

Tahun 80-an, teman-teman kami dan kami sendiri (istri) mengalami ha seperti itu. Masa itu jilbab masih barang aneh, bahkan istri saya dulu sampai bingung bagaimana sebenarnya mode yang boleh dalam berjilab. Lucu, pernah istri saya dulu memakai pakaian serba hitam bikinannya sendiri yang bentuknya aneh. Alangkah bedanya dengan sekarang di mana rumah mode busana muslimah sudah betebaran di mana-mana dan di mal-mal ada bagian khusus yang menjualnya. Coba anda ke pasar grosir Tanah Abang, di sana busana muslimah dijual grosiran!

Tampaknya setan masih punya tempat di rumah-rumah tertentu yang seolah tak bergaul dengan sekelilingnya. Namun begitulah Allah punya kuasa untuk memberikan ujian berat tersebut kepada saudara anda yang sekarang ujian ini sudah sangat jarang dialami para new-comer jilbab.

Zaman tahun 80-an yang kami ceritakan tadi, memakai jilbab sudah identik dengan siap 'hijrah' dan revolusi diri secara total. Para pemakai jilbab di tahun-tahun itu terbukti tangguh-tangguh dan berprinsip karena ditempa ujian, oleh karena itu dalam keseluruhan tingkah lakunyapun sangat berbeda dengan mereka-mereka yang mengikuti mode umum. Para pelopor jilbab pada masa itu biasanya sangat memperhatikan syari'at Islam dalam kehidupan sehari-harinya. Sekarang, tidak jarang kami menemukan para pemakai jilbab masih gemar bersolek dan memakai parfum, belum lagi baju ketat dan tembus pandang. Ada lagi yang pacaran di emperan masjid pada saat orang shalat maghrib dan tak kunjung shalat setelah masjid tersebut mendirikan shalat maghrib rit kedua. Na'udzubillahimindzalik.

Kembali kepada masalah yang anda tanyakan, kami mengacu pada pengalaman jilbaber masa lalu saja, agar tidak meniru generasi sekarang yang berjilbab tanpa merevolusi hatinya. Terhadap orangtua kita harus hormat, namun jika mereka bertentangan dengan perintah Allah maka rujukannya adalah nasehat Lukman pada anaknya. Bacalah surat Lukman secara lengkap, sarat dengan nasehat yang abadi. Dulu ada kawan kami yang tetap saja berjilbab meskipun sudah berkali-kali dijambak ayahnya, atau ditendang, dipukul, dibakar jilbabnya (bikin lagi yang baru, atau teman-teman gotong royong). Jika sudah sangat dizalimi, mereka kabur dari rumah dan menumpang di rumah teman yang orangtuanya terbuka hatinya. Tapi tetap berjilbab dan rendah hati. Kini (setelah 20 tahun berlalu) sebagian besar teman-teman kami sudah berdamai lagi dengan orang tua mereka. Bahkan ada yang kini seluruh keluarganya sudah berjilbab! Allah tak akan menyia-nyiakan perbuatan baik hamba-hambaNya. Semoga Allah senantiasa menerima amal ibadah kita dan senantiasa memberi kita hidayah, AMIN. Wallahua'lam bishshowwaab.

Wassalaamu'alaikum Wr Wb

HM Ihsan Tanjung dan Siti Aisyah Nurmi

No comments: